• Maqam dan Keadaan yang harus dilalui Para Sufi.

  • Kisah Hikayat Ulama Sufi.

  • Kisah Hikayat Para Wali Qutub sepanjang Masa

  • Kisah dan Cerita Lucu Sang Abu Nawas.

New Post

Rss

Senin, 03 Mei 2010
no image

Kisah Toko Lampu

TOKO LAMPU

Pada suatu malam gelap, dua orang bertemu di sebuah jalan
yang sunyi.

"Saya mencari sebuah toko dekat-dekat sini, namanya Toko
Lampu," kata yang pertama.

"Saya kebetulan orang sini, dan bisa menunjukkannya pada
saudara," kata orang kedua.

"Saya harus bisa menemukannya sendiri. Saya sudah diberi
petunjuk, dan sudah saya catat pula," kata yang pertama.

"Jadi, kenapa Saudara mengatakan hal itu kepada saya?"

"Iseng saja."

"Jadi Saudara ingin ditemani, tidak ditunjukkan arahnya?"

"Ya, itulah maksud saya."

"Tetapi lebih mudah bagi Saudara kalau ditunjukkan arahnya
oleh penduduk sini, sudah sejauh ini: apalagi mulai dari
sini jalannya sulit."

"Saya percaya pada apa yang sudah dikatakan kepada saya,
yang telah membawaku sejauh ini. Saya tidak yakin bisa
mempercayai sesuatu atau seseorang lain lagi."

"Jadi, meskipun Saudara mempercayai pemberi keterangan yang
pertama, Saudara tidak diajar cara memilih orang yang bisa
Saudara percayai?"

"Begitulah."

"Saudara punya tujuan lain?"

"Tidak, hanya mencari Toko Lampu itu."

"Boleh saya bertanya: kenapa Saudara mencari toko lampu
itu?"

"Sebab saya diberi tahu para ahli bahwa di tempat itulah
saya bisa mendapatkan alat-alat yang memungkinkan orang
membaca dalam gelap."

"Saudara benar, tetapi ada syarat, dan juga sedikit
keterangan. Saya ragu apakah mereka sudah memberitahukan hal
itu kepada Saudara."

"Apa itu?"

"Syarat untuk bisa membaca dengan lampu adalah bahwa Saudara
harus sudah bisa membaca."

"Saudara tidak bisa membuktikannya!"

"Tentu saja dalam malam gelap semacam ini saya tidak bisa
membuktikannya."

"Lalu, ,sedikit keterangan, itu apa?"

"Sedikit keterangan itu adalah bahwa Toko Lampu itu masih di
sana, tetapi lampu-lampunya sudah dipindah ke tempat lain."

"Saya tidak tahu 'lampu' itu apa, tetapi tampaknya Toko
Lampu adalah tempat menyimpan alat tersebut. Oleh karena
itulah ia disebut Toko Lampu."

"Tetapi 'Toko Lampu' bisa mempunyai dua makna yang berbeda,
yang bertentangan. Yang pertama, 'Tempat di mana lampu-lampu
bisa didapatkan;' yang ke dua, "Tempat di mana lampu-lampu
pernah bisa didapatkan, tetapi kini tidak ada lagi."

"Saudara tidak bisa membuktikannya!"

"Saudara akan dianggap tolol oleh kebanyakan orang."

"Tetapi ada banyak orang yang akan menganggap Saudara tolol.
Mungkin Saudara bukan Si Tolol. Saudara mungkin mempunyai
maksud tersembunyi, menyuruh saya pergi ke tempat teman
Saudara yang berjualan lampu. Atau mungkin Saudara tidak
menginginkan saya mempunyai lampu sama sekali."

"Saya ini lebih buruk dari yang Saudara bayangkan. Saya
tidak menjanjikan Saudara 'Toko Lampu' dan membiarkan
Saudara menganggap bahwa masalah Saudara akan terpecahkan di
sana, tetapi saya pertama-tama ingin mengetahui apakah
Saudara ini bisa membaca. Saya tentu bisa mengetahuinya
seandainya Saudara berada dekat sebuah toko semacam itu.
Atau apakah lampu bisa didapatkan bagi Saudara dengan cara
lain."

Kedua orang itu saling memandang, dengan sedih, sejenak.
Lalu masing-masing melanjutkan perjalanannya.

Catatan

Syeh-Per Syatari, penulis kisah ini, meninggal di India pada
tahun 1632. Makamnya di Meerut.

Ia dipercaya bisa melakukan hubungan telepati dengan
guru-guru "masa lampau, kini, dan masa depan," dan memberi
mereka kemudahan untuk menjelaskan pesan mereka lewat
kepandaiannya menyusun kisah-kisah berdasarkan kehidupan
sehari-hari.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984
no image

Kisah Ular dan Merak

ULAR DAN MERAK

Pada suatu hari, seorang muda bernama Adi, Si Mesin Hitung
-karena ia belajar matematika- memutuskan untuk meninggalkan
Bhokara guna mencari ilmu yang lebih tinggi. Gurunya
menasehatkan agar ia berjalan ke arah selatan, dan katanya,
"Carilah makna Merak dan Ular." tentu saja anjuran itu
membuat Adi berpikir keras.

Ia mengembarai Khorasan dan akhirnya sampai di Irak. Di
negeri Irak, ia benar-benar menemukan tempat yang terdapat
seekor merak dan seekor ular. Adipun mengajak bicara mereka.
Kedua binatang itu berkata, "Kami sedang memperbincangkan
keunggulan kami masing-masing."

"Nah, justru itu yang ingin kuketahui," kata Adi. "Teruskan
berbincang-bincang."

"Rasanya, akulah yang lebih berguna," kata Merak. "Aku
melambangkan cita-cita, perjalanan ke langit keindahan
sorgawi, dan karenanya juga pengetahuan adiluhung. Adalah
tugasku untuk mengingatkan manusia, dengan cara menirukan,
tentang segi-segi dirinya yang tak dilihatnya."

"Sebaliknya, aku," kata Ular, sambil mendesis pelahan,
"melambangkan hal itu juga. Seperti manusia, aku terikat
pada bumi Kenyataan itu menyebabkan manusia menyadari
dirinya. Juga seperti manusia, aku lentur, bisa
berkelok-kelok menyusur tanah. Manusia sering melupakan
kenyataan itu. Menurut kisah , akulah penjaga harta yang
tersembunyi di bumi."

"Tetapi kau menjijikkan," teriak Merak. "Kau licik, licin,
dan berbahaya."

"Kau menyebut sifat-sifat kemanusiaanku," kata Ular,
"sedangkan aku lebih suka menunjukkan sifat-sifatku yang
lain, yang sudah kusebut-sebut tadi. Sekarang, lihat dirimu
sendiri: kau sombong, kegemukan, dan suaramu serak. Kakimu
terlalu besar, bulu-bulumu berlebihan panjangnya."

Sampai disini Adi menyela, "Hanya ketidak-cocokanmulah yang
telah menyebabkan aku mengetahui bahwa tak ada di antara
kalian yang benar. Namun kita jelas-jelas melihat, apabila
kalian sama-sama meninggalkan keasyikan diri sendiri, secara
bersama-sama kalian bisa memberi pesan bagi kemanusiaan."

Dan, sementara dua pihak yang bertengkar itu
mendengarkannya, Adi menjelaskan peran mereka bagi
kemanusiaan: "Manusia melata di tanah bagai Si Ular. Ia bisa
melayang tinggi bagai Burung. Namun, karena tamak seperti
Ular, ia tetap mempertahankan kepentingan diri sendiri
ketika berusaha terbang, dan mereka menjadi seperti Merak;
terlampau sombong. Dalam diri Merak, kita melihat
kemungkinan manusia, namun yang tidak tercapai dengan
semestinya. Pada kilauan Ular, kita menyaksikan kemungkinan
keindahan. Pada Merak, kita menyaksikan keindahan itu
menjadi terlalu berbunga-bunga."

Dan kemudian terdengar Suara dari dalam berbicara kepada
Adi, "Itu belum lengkap. Kedua makhluk itu diberkahi
kehidupan, yang merupakan faktor penentu. Mereka bertengkar
karena masing-masing telah merasa aman dalam jenis
kehidupannya sendiri, beranggapan bahwa hal itu merupakan
perwujudan suatu kedudukan yang sebenarnya. Namun, yang
seekor menjaga harta dan tidak bisa mempergunakannya. Yang
lain mencerminkan keindahan, harta juga, namun tidak bisa
mengubah dirinya sendiri menjadi keindahan. Di Samping
ketidakmampuan keduanya untuk mengambil keuntungan dari
kesempatan yang terbuka bagi mereka keduanya pun
melambangkan kesempatan itu --tentu bagi mereka yang bisa
melihat dan mendengarnya."

Catatan

Pemujaan Ular dan Merak di Irak didasarkan pada ajaran
seorang Syeh Sufi, Adi, putra Musafir, pada abad kedua
belas. Pemujaan itu dianggap suatu misteri oleh kebanyakan
orientalis.

Kisah ini, yang tercatat dalam legenda, menunjukkan
bagaimana guru-guru darwis membentuk "mazhab-mazhab"-nya
berdasarkan pelbagai lambang, yang dipilih untuk memberi
contoh ajaran-ajarannya.

Dalam bahasa Arab, "Merak" melambangkan juga "perhiasan;"
sedangkan "Ular," memiliki bentuk huruf yang sama dengan
"organisme" dan "kehidupan." Oleh karena itu perlambangan
Pemujaan Malaikat Merak yang tersembunyi -Kaum Yezidis-
adalah suatu cara untuk menunjukkan "Bagian Dalam dan Luar,"
rumus rumus Sufi tradisional.

Pemujaan itu masih ada di Timur Tengah, dan memiliki
penganut (tak ada di antara mereka itu yang orang Irak) di
Inggris dan Amerika Serikat.

------------------------------------------------------------
K I S A H - K I S A H S U F I
Kumpulan kisah nasehat para guru sufi
selama seribu tahun yang lampau
oleh Idries Shah (terjemahan: Sapardi Djoko Damono)
Penerbit: Pustaka Firdaus, 1984
Copyright © Sufi ~ Artikel Ilmu Tasawuf dan Sufisme All Right Reserved
Hosted by Satelit.Net Support Satelit.Net