Artikel ini dibuat untuk membersihkan kesucian para dzuriyat Rasul yang akhir-akhir dikotori oleh tindakan para oknum
habib-habib yang tidak mencerminkan akhlak yang baik sebagai
dzuriyat, mereka merasa dirinya sebagai sosok superior karena dalam dirinya dan darahnya mengandung dan mewarisi darah
Rasulullah SAW. Sehingga perilaku para oknum habib ini akan mengantarkan paham ke
publik bahwa itu dibenarkan hanya karena dibungkus oleh kemuliaan
Rasulullah, seolah-olah menjadi sebuah tameng kepentingan pribadi dan kedok dari
niat busuknya.
Artikel ini ditulis berdasarkan sebuah penelitihan yang telah dilakukan oleh KH. Imaduddin Usman seperti yang di tulis disebuah situs rminubanten.or.id. Penelitian ilmiah ini menggunakan sebuah pendekatan historis dan
pendekatan filologis, sebab untuk meneliti keaslian sejarah dan nasab itu harus
dikuatkan oleh data tertulis terkait nasab dari beberapa kitab nasab dan
kemudian manuskrip filologis (naskah kuno).
Siapa itu KH. Imaduddin Utsman?
KH. Imaduddin Utsman adalah tokoh masyarakat Banten sekaligus Ketua Fatwa Komisi MUI Banten
dan Pengasih Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Cempaka Kresek Banten. Kyai
Imad adalah kyai muda di lingkungan Nahdlatul Ulama yang produktif
menulis kitab-kitab dalam bahasa Arab, salah satunya al-fikrah al-nahdliyyah fi usul wa al-furu’ Ahl Sunnah Wal-jamaah.
Dia berpendapat bahwa bahwa habib-habib di Indonesia mayoritas belum
terbukti secara ilmiah memiliki jalur darah ke Rasulullah. Jelas, hasil
penelitian Kyai Imaduddin Ustman ini akan menyengat banyak pihak sebab
mendelegitimasi kaum habaib. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam silsilah garis keturunan Rasulullah
SAW, terdapat sebuah nama Ubaidillah sebagai moyang habaib di Indonesia,
Nama Ubaidillah ini disebutkan bahwa tidak terkonfirmasi sebagai anak keturunan dari Sayyid
Ahmad al-Muhajir, sehingga ada sebuah keraguan kalau para hababib dari
jalur keturunan Ubaidillah tidak tervalidasi/terverifikasi sebagai ahli
bait.
Tapi mengapa Kyai Imaduddin Utsman bisa berpendapat demikian? Mari kita lihat.
Sebagaimana telah diceritakan oleh KH. Imaduddin bahwa para habib ketika datang ke Indonesia sekitar tahun 1880-an dan sejak saat itu mereka
mengaku bahwa mereka adalah kerutunan dari Rasulullah. Biasanya,
mereka mengaitkan diri mereka keturunan dari Ba’ Alawi, keturunan Alawi bin
Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Rumi bin Muhammad Naqib bin
Ali al-Uraidli bin Imam Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Bakir bin Ali
Zaenal Abidin bin Husein bin Fatimah al-Zahra bin Nabi Muhammad.
Menurut pendapat KH.Imaduddin, keberadaan mereka di Indonesia tetap tidak mudah untuk
dicarikan kaitannya secara keturunan dengan Rasulullah. Memang banyak
kitab yang membahas Ba’ Alawi misalnya Nubzat Latifah fi Silsilati
Nasabil Alawi karangan Zainal Abidin bin Alwi Jamalul Lail, Ittisalul
Nasabil Alawiyyain wal Asyraf karangan Umar bin Salim al-Attas (abad 13)
dan Syamsu al-dzahirah karangan Muhammad bin Husein al-Amasyhur (abad
13). Semua kitab ini menjadi sumber dan rujukan untuk ketersampaian
nasab mereka ke Rasulullah. Akan tetapi semua kitab-kitab yang dijadikan rujukan tersebut dalam konteks mini
adalah kitab-kitab yang ditulis pada abad 13 atau setelahnya. Seharusnya kitab-kitab yang menjadikan rujukan adalah kitab-kitab pada abad sebelumnya 10,11 dan 12.
Menurut pendapat KH.Imaduddin, bahwa Alawi bin Ubaidillah sebagai leluhur para hababib di Indonesia adalah urutan ke-12 dalam garis sanad silsilah. Dari
serangkaian nama ini, ada yang terputus. Menurut pendapat KH.Imaduddin, terputusnya
nasab itu di rangkaian keturunan Ali al-Uraidli. Menurut penulusuran beliau, kedudukan anak Ali al-Uraidli ini penting
untuk menyambung pada Datuk para Habib di Indonesia, yaitu Alawi bin Ba
Alawi.
Dari hasil penelitian KH.Imaduddin ini, atas hadis dan juga kitab-kitab
nasab yang primer (utama), dia merasa kesulitan untuk mencari
kesinambungan para habib di Indonesia untuk sampai pada Rasullulah
karena tidak ditemukannya keterangan tentang rangkaian generasi yang
sampai Ali al-Uraidhi.
KH.Imaduddin menyatakan bahwa keturunan Ali al-Uraidli tidak ditemukan
pada sumber-sumber khabar hadis dan pada abad 3 H di mana masa hidup Ali
al-Uraidli kitab nasab belum tertulis. Kitab nasab baru ada sejak abad 5
dan menurut kitab ini memang Ali al-Uraidli memiliki keturunan empat,
Muhammad bin Ali, al-Hasan bin Ali, Ja’far bin Ali dan Ahmad bin Ali (Tahdzhibul Ansab
karya al-Ubaidili). Dalam berbagai kitab, meskipun berbeda soal jumlah
anak, namun mereka berpendapat bahwa Ali al-Uraidli memang memiliki
anak.
Anak Ali al-Uraidli yang menjadi perangkai habaib sampai Rasulullah,
kata kyai Imad, ada pada Muhammad al-Naqib yang memiliki anak bernama
Isa. Lalu Isa memiliki anak Ahmad Muhajir dan Ahmad Muhajir memiliki
anak bernama Ubaidillah. Pada Ubaidillah inilah teka-teki terjadi apakah
para habib kita memang benar-benar sampai pada Rasulullah atau tidak?
KH.Imaduddin berpendapat bahwa berdasarkan Imam al-Fahrur Razi dalam kitabnya al-Syajarah al-mubarakah,
Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa itu tidak terkonfirmasi. Lebih
lanjut Kyai Imad mengatakan bahwa “penisbatan Ubadilillah sebagai anak
Ahmad tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena kitab nasab
tertua Tahdzib al-ansab (abad 5) dan al-Syajarah al-mubarakah (abad 6) tidak menceritakan Ahmad memiliki anak bernama Ubaidillah.
Memang ada kitab-kitab nasab yang menyebutkan Ubaidillah sebagai anak
Ahmad bin Isa, namun menurut KH.Imaduddin, kitab itu tidak kuat karena adanya
keperputusan riwayat. Nama Ubaidillah sebagai anak Ahmad bin Isa baru
muncul pada abad 10 dan tak tersebut dalam kitab-kitab awal sebelumnya.
Apa yang dilakukan oleh KH.Imaduddin ini sangat teliti dan begitu menarik, karena
keberaniannya mengungkapkan hasil penelitiannya untuk dibaca oleh banyak
kalangan termasuk kalangan. Selain itu, topik yang dibahas juga
merupakan topik yang sensitif di masyarakat Indonesia.
Pengkultusan terhadap para habib sebagai orang suci dari garis keturunan Rasullah yang sudah
berabad-abad terbangun di Indonesia, sudah dipatahkan oleh KH.Imaduddin, beliau memamaparkan sebuah fakta sebenarnya.
Sudah barang tentu akan banyak orang dan juga para habib sendiri yang
merasa bahwa penelitian KH.Imaduddin ini mengada-ada dan ditujukan secara
tendensius untuk menyerang pada habaib melalui penulusuran sejarah. Dan
jika itu terjadi, maka bantahan pada KH.Imaduddin harus dituangkan pula
dalam bentuk penelitian sejarah kerutunan Rasulullah di Nusantara ini.
Bagi saya, penelitian KH.Imaduddin ini bisa dikatakan sebagai model
bagaimana santri atau kyai mempelopori model kerja ilmiah yang
didasarkan pada data-data sejarah yang konkrit, bukan mitologis dan opini belaka.
Bagaimana jika penelitian kyai Imad terbukti salah? Jika terbukti
salah dan bukti salahnya juga menggunakan prosedur riset ilmiah, maka
itu sangat wajar dan biasa terjadi. Tinggal nanti data dan argumen
sejarahnya yang akan diadu di antara pelbagai temuan yang ada.
Selain itu, Ada sebuah fakta lagi melalui data dari hasil Tes DNA terhadap salah-satu keturunan habaib di
Indonesia, seperti yang sudah dilakukan oleh Presenter kondang Najwa
Shihab, sebagaimana dilansir di berbagai media ternyata hasil Tes DNA Najwa Shihab menyebutkan, bahwa Gen Arab yang dimiliki Najwa hanya 3,4 persen. Hasil penelitian memperlihatkan Najwa memiliki fragmen DNA dari moyang yang berasal dari Afrika Utara, Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah, Eropa Selatan, Afrika, Eropa Utara, diaspora Asia, diaspora Afrika, dan diaspora Eropa. Komposisinya sebesar 48,54 persen South Asian, North African 26,81 persen, African 6,06 persen, East Asian 4,19 persen, African Dispersed 4,15 persen, Middle Eastern 3,48 persen, Southern European 2,20 persen, Northern European 1,91 persen, dan Asian Dispersed 1,43 persen.
Dilain sisi, Hasil Tes DNA para habib di Hadramaut Yaman memiliki Haplogroup G yang merupakan orang keturunan Ras Kaukasus. Sedangkan DNA orang Arab memiliki Haplogroup J, ini membuktikan jika orang Yaman ini bukan orang keturunan Arab dengan Haplogroup J tapi orang Kaukasus dengan Hapologroup G.
Bisa jadi para habaib Hadramaut kebanyakan berprofesi sebagai seorang pedagang, dan juga seorang pendakwah, jadi mereka memang berkeliling dunia, sehingga melakukan interaksi sosial dan pernikahan dengan orang penduduk setempat dari bangsa lain. oleh karena itu, bisa jadi keturunan nya mengalami mutasi Gen atau percampuran Gen dari Ras lain, Wallahu A'lam...
Kebenaran sosok seorang habib bisa di lihat dan di buktikan dari hasil Tes DNA, dengan melalui tes DNA, sehingga bisa diketahui asal muasal leluhur mereka dan Gen nya lebih dominan dari Ras mana. Selain itu hasil Tes DNA bisa dicocokkan dengan para habaib yang Gen nya lebih murni, atau bisa dicocokan dengan Rambut Rasulullah yang sudah tersimpan di Museum Turki atau Museum negara lainnya.
Apakah penelitian ini mendapatkan penolakan dari mereka, misalnya, kecaman dan kekerasan, maka itu tidak
bisa diterima. Sebuah penelitian harus dibalas dan dijawab dengan penelitian juga, itu pakemnya.
Demikianlah diskusi dan kajian seputar para habaib yang lagi viral akhir-akhir ini di media sosial dan YouTube. Semoga tidak mengurangi rasa hormat kita kepada para habaib. Wallahu A'lam....