REALISME SOSIALIS PRAMOEDYA ANANTA TOER (Telaah dalam Novel Tetralogi)
Oleh Team www.seowaps.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia pada saat ini, masih dalam masa perkembangannya. Terutama dalam hal ekonomi, setelah kemarin sempat dihantam oleh krisis moneter, yang melahirkan krisis multidemensi. Meski bangsa Indonesia telah berjuang untuk bangkit dan ketika bangsa lain yang mengalami krisis yang sama sudah mulai dapat bangkit, namun sungguh sayang sampai detik ini bangsa Indonesia masih harus berjuang untuk mencapai hal tersebut.
Tetapi krisis tersebut tidak menimpa setiap warga Indonesia. Karena banyak juga orang yang secara ekonomi masih sangat mapan, dalam artian dia masih bisa menikmati ekonomi yang berkecukupan. Mereka masih hidup bergelimang harta, tetapi di lain pihak lebih banyak rakyat yang merasa sangat kesulitan secara ekonomi.
Kesenjangan ekonomi jelas terlihat di negeri ini, yang kaya bisa hidup laksana di surga, namun yang miskin hidup dengan penuh kesengsaraan. Karena perbedaan hidup antara orang kaya dengan orang miskin dapat melahirkan ketidak adilan dari segi ekonomi antara orang kaya dan orang miskin. Orang kaya bisa mengupah buruh dengan rendah, sehingga buruh tersebut tidak mampu membeli barang yang dibuatnya dan bila buruh meminta kenaikan gaji meski hanya 500 rupiah ancamannya adalah PHK. Dari kesenjangan tersebut banyak masyarakat yang melakukan segala macam cara untuk mencari kekayaan. Moral sudah tidak lagi dipakai untuk mendapatkan harta, selagi masih ada kesempatan maka dengan segera meraihnya. Entah itu melanggar hak asasi manusia ataupun tidak.
Kesenjangan ekonomi tersebut tercipta karena sistem yang lebih memihak pada pemilik modal, sedang kaum lemah atau miskin kurang mendapat akses untuk merubah ekonominya. Dalam hal ini kajian realisme sosialis banyak memotret tentang perbedaan tersebut. Novel Tetralogi sebagai sebuah aliran realisme sosialis sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam.
Terutama ketika aliran tersebut telah menjadi sebuah novel, pertentangan antara masyarakat miskin dengan pemilik modal sangat terlihat. Sehingga pembaca tidak pernah bosan untuk terus mengikuti alur yang ada dalam cerita, sebab permasalahan yang diangkat dalam novel aliran realisme sosialis tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang dihadapi sehari-hari. Tidak sebagaimana sinetron-sinetron di layar kaca, yang lebih sering menampilkan kekayaan padahal masih banyak masyarakat kita yang hidup di bawah garis kemiskinan, aliran realisme sosialis dalam novelnya sama sekali tidak menceritakan hal-hal yang menjual mimpi. Aliran realisme sosialis dalam novelnya lebih sering menampilkan keadaan yang sebenarnya.
Keadaan masyarakat yang tertindas oleh pemilik modal, atau para petani yang terampas tanahnya sehingga petani tersebut harus menjadi buruh. Tugas aliran tersebut tidak saja berhenti sampai di sana, aliran realisme sosialis juga punya tugas yang tidak ringan, yaitu membangun kesadaran terhadap penindasan yang menimpa masyarakat. Realisme sosialis juga berupaya untuk mengajak masyarakat yang tertindas untuk melawan terhadap sistem borjuis tersebut.
Sebagai mana pendapat salah satu tokoh yaitu Maxim Gorki, sebagai mana yang di catat oleh Lukacs, karya sastra yang sejati adalah karya sastra yang populer, karena sastra yang sejati akan mampu membuka jalan bagi manusia untuk berkembang menjadi manusia yang benar. Dengan demikian misi utama karya sastra adalah mengugah kesadaran manusia.[1]
Hal tersebut juga dilakukan oleh Pramoedya Ananta Toer, sebagai pengarang yang menganut faham aliran realisme sosialis, Pramoedya Ananta Toer juga menuliskan pertentangan antara orang miskin dengan orang kaya. Daya tarik novel Pramoedya Ananta Toer karena pertentangan tersebut juga dirangkai dengan pergolakan masa pergantian zaman, yaitu masa revolusi kemerdekaan. Sehingga semangat perlawanan terhadap segala hal yang menjajah dapat dibaca secara jelas.
Dari segi penokohan, nampaknya Pramoedya Ananta Toer juga cukup selektif. Pramoedya Ananta Toer tidak terlalu banyak meramaikan karyanya dengan nama-nama yang tidak perlu. Pramoedya Ananta Toer hanya membatasi nama Minke, keluarga dan orang di sekelilingnya. Yang lebih menarik novel karya Pramoedya Ananta Toer (selanjutnya akan di tulis Pram) ini juga menulis sejarah lahirnya organisasi-organisasi di Indonesia .
Karakteristik Pram dalam mendiskripsikan situasi psikologis dan sosiologis tokoh-tokohnya sedemikian memikat. Dengan sudut pandang orang pertama (aku), misalnya saja, Pram memperkenalkan sang tokoh utama, seperti ini:
“Orang memanggil aku: Minke”jelas nama yang sangat aneh, tidak lazim. Kalau ini nama ningrat Jawa, lalu artinya apa? Sebab, nama-nama ningrat Jawa sendiri selalu mempunyai arti[2].
Ternyata, nama Minke diberikan ketika dia sekolah di ELS. Saat itu, ada seorang gadis bernama Vera yang mencubit pahanya sebagai tanda perkenalan. Karena tidak mampu menahan sakit, Minke pun menjerit kesakitan, gurunya Meneer Ben Rooseboom membentak melotot: “Diam kau, monk…!”. Saat itu, Minke merupakan satu-satunya murid pribumi, sedangkan guru dan teman-temanya jelas adalah bangsa Eropa (Belanda Totok). Karena itu, Minke sebenarnya merupakan sebutan yang merendahkan terhadap golongan pribumi, untuk menunjukkan sebagai monyet (monkey)[3].
Pelajaran sejarah yang ada sudah sering menuliskan nama-nama pahlawan nasional yang sudah terkenal, seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nya Dien, dan masih banyak lagi. Tetapi di dalam novel tetralogi tersebut sama sekali tidak di sebutkan nama para pahlawan nasional, justru dalam novel yang terdiri dari empat jilid yaitu, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan yang terakhir Rumah kaca, menggambarkan tentang perjuangan orang-orang kelas bawah dan tokoh yang diberi nama Minke sebenarnya adalah tokoh jurnalis pertama di Indonesia yaitu Tirto Adhi Suryo.
Makna yang lebih penting dari novel tetralogi ini adalah, bentuk roman sejarah mengarahkan pembaca tidak hanya untuk interprestasi karya sastra, monel teralogi juga mengantarkan kepada makna sejarah yang terjadi pada saat itu. Pengarang berusaha melakukan apa yang diharapkan dari sejarawan yang baik, yang juga harus berusaha memperlihatkan kaitan dan hubungan antara segala macam kejadian dan data yang dikumpulkannya serta memunculkan gambaran total. Pembaca dibuat tergoda untuk menganalisis setiap kejadian, agar tidak hanya memihak partai secara literer, melainkan juga politik Indonesia lewat tokoh Raden Mas Tirtho Adhi Suryo.
Para tokoh yang dihadirkan Pram dalam novel empat jilid tersebut yang di beri nama tetralogi, sama sekali tokoh yang ada tidak ada dalam pelajaran yang ada di sekolah. Sebab Pram merasa bahwa pengajaran sekolah tidak mencukupi untuk membudayakan kecintaan bangsa pada sejarah pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan nasional, dan tanpa adanya kecintaan ini Pram beranggapan bahwa semua ucapan tentang patriotisme, kecintaan pada tanah air dan bangsa, baik melalui pembicaraan, pidato, nyanyian atau pun deklamasi ini tinggal slogan tanpa isi, tidak edukatif dan tidak jujur[4].
Faham realisme sosialis telah mengilhami Pram yang sering kali melahirkan pemikiran yang kritis terhadap apa yang sedang terjadi saat itu. Semangat terhadap perlawanan sistem kolonialisme dapat dirasakan dalam karya-karya Pram. Karena dalam novel Pram, bukan hanya sekedar tulisan fiksi semata. Namun karya-karya Pram juga lahir berdasarkan realitas yang ada. Sebab menurut Pram penulis hidup di tengah-tengah “ masyarakatnya”, yang di maksud dengan masyarakatnya adalah orang yang secara ekonomi terindas dan mereka memerlukan dorongan semangat untuk melakukan perubahan ekonomi. Masyarakat memberi materi-materi kepada penulis. Penulis yang berhasil, diharap memberikan pengaruhnya pada kondisi dan kehidupan sosial. Itu hubungan timbal-balik. Jadi kalau ada pengarang yang hanya berdasarkan fantasi, itu namanya ‘setengah gila’.[5]
Hal yang menarik novel tetralogi tersebut dibuat saat Pram berada di balik terali besi, Pram di penjara di Pulau Buru. Pulau Buru terletak sekitar 1.500 kilo meter ke arah timur dari Nusa Kambangan[6]. Karya novel tetralogi justru karya yang paling monumental atau menjadi karya puncak dari sebuah penulisan yang dilakukan oleh Pram.
Tetralogi juga menjadi karangan Pram, yang menjadi polemik dan bahan pembicaraan, karena secara politis, novel ini menjadi begitu istimewa dan fenomenal. Novel Tetralogi menurut Pram ditulis secara lisan pada tahun 1973, karena ditulis dalam penjara di Pulau Buru dan kemudian ditulis secara sistematis sebagai cerita utuh pada 1975. Keempat buku tersebut; Bumi Manusia, kemudian Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, serta Rumah Kaca dilarang penerbitannya oleh oleh rezim Orde Baru semenjak 1981 yang ironisnya, larangan yang dikeluarkan pihak Kejaksaan Agung itu sampai sekarang belum pernah dicabut seperti saat ini[7].
Novel tetralogi banyak sekali mendapatkan piagam penghargaan terutama dari luar negeri, sebab di dalam negeri Pram sendiri masih di cap sebagai agen pemberontak atas keterlibatannya dalam Lekra. Lembaga Kesenian Rakyat sebagai wadah kesenian PKI Maka secara otomatis ketika PKI dinyatakan sebagai partai terlarang dan semua anggotanya di penjara ataupun dibunuh, maka Lekrapun secara otomatis juga dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi kesenian yang terlarang, dan semua anggotanya juga dipenjara atau dibunuh.
Pram sendiri menggambarkan, bahwa masuknya Pram sebagai anggota Lekra tidaklah sebagaimana yang digambarkan orang, Pram masuk Lekra secara sukarela. Menurut Pram ia tidak pernah bergabung dengan Lekra mulai dari bawah, melainkan diundang dan kemudian menjadi anggota. Inilah yang dianggap Pram sebagai kesulitannya, ia menganggap dirinya diambil begitu saja oleh Lekra. Padahal banyak orang lama Lekra yang tidak suka akan diri Pram[8].
Jika dihubungkan dengan realitas yang ada, novel Pram sangat menampilkan kenyataan yang dialami oleh masyarakat terutama kelas bawah, penderitaan-penderitaan mereka tanpa malu-malu ditampilkan secara jelas. Hal tersebut tidak lepas dari aliran yang dianutnya yaitu realisme sosialis sebab paham realisme sosialis berasal dari sosialisme Marx konsep tentang manusia. Oleh karenanya, jelaslah bahwa, menurut konsep tentang manusia ini, sosialisme bukan sebuah masyarakat yang tersusun atas individu-individu yang diatur dan secara otomatis mengabaikan apakah mereka memiliki pendapatan yang cukup atau tidak. Sosialisme bukanlah masyarakat dimana individu tersubordinasikan oleh negara[9]. Pemerataan ekonomi masyarakat di bawah tanggung jawab negara, sehingga tidak terjadi ketimpangan ekonomi.
Marx menjelaskan seluruh elemen pokok sosialisme. Manusia berproduksi dengan cara bekerja sama, bukan berkompetisi, yang berarti bahwa dia berproduksi secara rasional tanpa teralienasi, dan dia berproduksi di bawah kendalinya sendiri[10].
Teori di atas saat ini sedang di terapkan di Cina, sebagai negara penganut faham komunis teori tersebut ternyata sungguh mampu mengatasi persaingan global yang sekarang sedang terjadi. Seperti di Cina teknologi elektronik, itu menjadi home industri, semisal dalam hal industri kendaraan, satu desa membuat rangka kendaraan saja, desa lainnya membuat ban dan desa yang lainnya membuat bahan yang diperlukan untuk membuat alat transportasi. Setelah itu masyarakat menyetorkan hasil buatannya kepada pabrik yang di kelola oleh pemerintah, bagian pemasaranpun dilakukan oleh pemerintah. Sebagai mana yang terjadi sekarang, Indonesia kebanjiran produk motor dari Cina yang harganya jauh lebih murah.
Pada awal tahun 1840, istilah “sosialis” dan “komunis” tidak punya arti yang jelas. Kini “sosialisme” berarti, bertentangan dengan “kapitalisme”. Konsep tentang kapitalisme sebagai suatu bentuk masyarakat yang mapan, tidak ada, sampai Marx menemukannya. Dalam bukunya Das kapital, Marx mengurai tema-tema buku tersebut yaitu hubungan antara kapitalis dengan upah kerja atau kerja upahan, hubungan antara kapitalis dengan pekerja[11].
Dalam realitas masih banyak buruh yang tidak mendapat gaji yang memadai, para buruh tersebut hidup di bawah garis kemiskinan. Meski pemerintah sudah mengaturnya dalam peraturan daerah, tetapi kenyataannya masih banyak gaji buruh yang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup. Apalagi untuk menjaga kesehatan yang sangat mahal, tentu saja kaum buruh kesulitan. Banyak juga kasus para buruh yang tidak dibayar gajinya dengan alasan perusahaannya gulung tikar.
Adapun hubungan skripsi yang akan diangkat oleh penulis dengan jurusan Aqidah Filsafat adalah, skripsi tersebut akan membahas masalah novel tetralogi dengan memakai pisau analisis realisme sosialis. Realisme sosialis tersebut adalah salah satu aliran dalam filsafat, sesuai dengan jurusan yang ditempuh oleh penulis. Sebab induk dari realisme sosialis adalah sosialisme, yang di cetuskan oleh seorang filosof bernama Karl Marx.
B. Rumusan Masalah.
Dengan uraian panjang lebar pada latar belakang diatas, penulis sesungguhnya ingin merumuskan permasalahan sebagai berikut,
“ Bagaimana pandangan realisme sosialis Pramoedya Ananta Toer dalam novel tetralogi? “
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian
Dari awal melakukan penelitian ini penulis merasa tertarik meneliti realisme sosialis yang terkandung dalam novel Tetralogi, diharapkan nantinya mampu mengetahui apa yang dimaksud realisme sosialis dan mengetahui bagaimana pandangan Pram tentang realisme sosialis dalam novel tetralogi.
Diharapkan dengan penelitian ini dapat memiliki kegunaan baik yang bersifat teoritis maupun praksis. Secara teoritis, penelitian ini akan merupakan sumbangan yang cukup berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama studi ilmu-ilmu sosial, khususnya filsafat sosial. Secara praksis, sebagai sebuah landasan teoritis, penelitian ini tentunya diharapkan mampu memberi sumbangan yang berharga, yang kaitannya dalam upaya mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis, terciptanya civil society, yang dapat menghargai perbedaan serta terbuka terhadap kritik. Di samping itu juga untuk menambah wacana kepustakaan, khususnya tentang pemikiran Pram dan umumnya terhadap studi ilmu-ilmu sosial.
Terakhir, yang tidak kalah pentingnya, bahwa penelitian ini juga memiliki kegunaan formal, yakni untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk meraih gelar kesarjanaan Strata satu (S-I) di bidang Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
D. Telaah Pustaka
Sepengetahuan penulis ada dua skripsi yang mengangkat tokoh Pramoedya Ananta Toer. Pertama yaitu skripsi yang ditulis Ahmad Hambali yang berjudul “Pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Humanisme”[12]. Yang kedua Arif Sarwani “Teori pembebasan dalam novel gadis pantai”[13]. Skripsi pertama mencoba menggambarakan tentang sisi humanisme dalam sudut pandang Pramoedya Ananta Toer, sedang skripsi yang kedua menggambarkan teori pembebasan dalam novel “Gadis pantai” karya Pramoedya Ananta Toer.
Sedangkan A.Teeuw, kritikus sastra dan pengamat sastra Indonesia modern berkembangsaan Belanda, dalam bukunya yang berjudul Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer telah mengulas secara umum karya Pram, kajian atau penelitian yang dilakukan oleh A. Teeuw lewat buku Citra Manusia Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer sebagai pengantar untuk karya-karya Pram atau lebih khusus lagi sebagai kritik sastra yang bertujuan memberikan tanggung jawab pembacaan terhadap karya sastra Pramoedya[14].
Lewat buku tersebut, Teeuw melakukan pengkajian terhadap karya-karya sastra Pram dalam usahanya untuk mencitrakan masing-masing tema yang terkandung dalam karya sastra Pramoedya. Dalam kajian itu, Teeuw lebih menyoroti tema utama yang menjadi alur cerita dalam karya sastra Pram. Telaah yang dilakukan Teeuw lebih berdasarkan pada kajian sastra dari pada telaah yang bersifat filosofi.
Karya lain yang bisa dikatakan sebagai kajian dari sudut sastra yang berupaya menelusuri kreativitas Pram dan karya seninya adalah karya dari Bahrum Rangkuti, yang berjudul Pramoedya Ananta Toer dan Karya Seninya. Karya ini secara umum mencoba mengkaji beberapa karya Pramoedya yang dilihat dari segi gaya bahasa, struktur kalimat dan teknik yang digunakan Pram dalam mengarang[15].
Karya lain lagi yang secara khusus mengupas dan menganalisis karya sastra Pramoedya adalah Analisa Ringan Kemelut Roman Pulau Buru Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer. Buku ini secara khusus membicarakan seputar kemelut pelarangan terbitnya roman Bumi Manusia di tahun 1980-an dan analisa ringan dari sejumlah satrawan akan isi novel tersebut. Sebuah roman yang cukup bagus dan berbobot, bahkan dinominasikan untuk mendapatkan hadiah nobel di bidang sastra[16].
Adapun karya ilmiah yang lain, adalah Eka Kurniawan yang diterbitkan dalam sebuah buku dengan judul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, ini mencoba meneliti ideologi estetis (sastra) yang dianut oleh Pramoedya[17]. Eka Kurniawan lebih menitik beratkan pada sejarah realisme sosialis yang mempengaruhi pemikiran Pramoedya Ananta Toer, sedangkan dalam skripsi ini realisme sosialis dijadikan pisau analisis untuk membedah novel tetralogi.
E. Kerangka Teori
Dalam kajian realisme sosialis menggambarkan pertentangan antara klas proletar dan juga klas borjuasi menjadi sebuah masalah yang senantiasa diakui, dan masalah realisme sosialis itu lahir dari sebuah realitas yang ada pada masyarakat. Meski dalam novel Tetralogi berlatar belakang awal abad 20 dan akhir abad 19, pertentangan antara kelas borjuasi dengan proletar itu sampai sekarang masih terjadi.
Istilah ini digunakan pertama kali pada tahun 1905 di Uni Soviet. Realisme sosialis muncul dalam sebuah artikel anonim, yang berjudul Notes on Philistinisme. Dalam tulisan tersebut yamg disebarluaskan untuk menentang pemerintah berhubungan dengan peristiwa “Minggu Berdarah” pada tanggal 22 Januari 1905, Gorki kemudian ditangkap tetapi tidak lama kemudian dilepas karena membanjirnya protes-protes internasinoal atas penangkapannya.[18]
Realisme sosialis, seperti nampak pada namanya, adalah istilah yang terdiri atas dua kata yang di majemukkan. Realisme sebagai istilah kesenian dan sastra pada umumnya bukanlah realisme sebagaimana dikenal oleh dunia Barat selama ini, tetapi realisme sesuai dengan istilahnya menurut tafsiran sosialis. Realisme sosialis sesuai dengan istilahnya dengan sendirinya bukan realisme Barat. Pembedaan ini perlu karena antara kedua realisme ini bukan hanya terdapat perbedaan tafsiran, tetapi yang lebih penting untuk diketahui adalah adanya perbedaan dalam perkembangannya[19].
Istilah ini baru diumumkan pada tahun 1934 di hadapan Kongres I satrawan Soviet di Moskwa, melalui ucapan Andrei Zidanov:
“Dalam pada itu kenyatan dan watak historik yang konkret dari lukisan artistik mesti dihubungkan dengan tugas pembentukan ideologis dan pendidikan pekerja-pekerja dalam semangat sosialisme. Metode kerja sastra dan kritik sastra ini kita namakan metode realisme sosialis”[20]
Sesui dengan teori materialisme dialektika Karl Marx, tindakan adalah yang pertama dan fikiran adalah yang kedua. Aliran ini berpendapat bahwa tidak terdapat pengetahuan yang hanya merupakan pemikiran tentang alam, pengetahuan selalu dikaitkan dengan tindakan. Pada zaman dahulu, menurut Karl Marx, para filosof telah menjelaskan alam dengan cara yang berbeda-beda. Kewajiban manusia sekarang adalah untuk mengubah dunia, dan ini adalah tugas misi yang bersejarah dari kaum komunis[21].
Secara historis sosialisme mempunyai gagasan yang menuntut adanya pemerintahan yang lebih baik dan berusaha membuktikan kepada kelompok kaya dan pemilik modal bahwa eksploitasi itu tidak bermoral. Sosialisme pada awalnya adalah sebuah reaksi minoritas terhadap pelaksanaan etika kapitalis dan pengembangan masyarakat industri[22].
Sosialisme merupakan produk dari perubahan-perubahan sosial yang mengubah masyarakat-masyarakat Eropa di akhir abad kedelapan belas dan kesembilan belas. Inti dari sosialisme bukanlah semata-mata bahwa produksi itu harus dipusatkan di tangan negara itu harus seluruhnya merupakan peran ekonomi, di dalam masyarakat sosialis, pengelolaan atau tata pelaksanaan ekonomi harus menjadi tugas dasar negara[23].
F. Metode Penelitian
Setiap penelitian pasti menggunakan metode[24], agar memudahkan sebuah penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, untuk memfokuskan kajian dalam penelitian tersebut.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) oleh karena itu, pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi.
Ada dua sumber data yang digunakan dalam tulisan ini Primer dan Sekunder. Yang di jadikan data Primer dari penelitian ini adalah novel Tretalogi yang ditulis oleh Pram, sedangkan data Sekundernya adalah berbagai sumber yang berhubungan dengan persoalan yang akan diteliti.dan juga tulisan-tulisan yang relevan dengan pokok permasalahan [25].
2. Sifat penelitian.
Penelitian ini bersifat deskriptif: yaitu Peneliti menguraikan secara teratur seluruh konsep buku[26]. Di sini peneliti menulis dengan berurutan tentang realisme sosialis yang terkandung di dalam buku tersebut.
3. Pengumpulan Data-data.
Teknik yang digunakan untuk penelitian ini adalah dokumentatif, yaitu dengan mengumpulkan data primer yang diambil dari buku-buku yang secara langsung berbicara tentang permasalahan yang akan diteliti dan juga dari data sekunder yang secara tidak langsung membicarakan masalah yang akan diteliti, namun masih relevan untuk dikutip sebagai pembanding.
Adapun prosesnya adalah melalui penelaahan kepustakaan yang telah diseleksi agar sesuai dengan kategorisasinya dan berdasarkan content analisys (analisis isi). Kemudian data tersebut di sajikan secara deskripsiptif.
4. Analisis Data.
Metode yang dipakai dalam menganalisa data agar diperoleh data yang memadai adalah dengan menggunakan analisa data kwalitatif, dalam operasionalnya data yang diperoleh digeneralisir, diklasifikasikan kemudian dianalisis dengan menggunakan penalaran induktif dan deduktif[27]. Deduktif merupakan penalaran yang berangkat dari data yang umum ke data yang khusus. Aplikasi dari metode tersebut dalam penelitian ini adalah bertitik tolak dari gagasan tentang realisme sosialis dalam novel tretalogi Pram. Sementara induktif adalah penalaran dari data yang khusus dan memiliki kesamaan sehingga dapat di generalisirkan menjadi kesimpulan umum.
Untuk memperoleh suatu hasil penelitian yang valid secara ilmiah dalam sebuah penulisan karya ilmiah, tentu saja di perlukan metode sebagai sarana untuk memperoleh akurasi data yang dapat di pertanggung jawabkan secara akademis serta menghasilkan karya ilmiah yang sistematis. Demikian pula dengan penelitian ini. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain ;
- Deskriptif
Yaitu metode dengan memaparkan isi naskah. Pemaparan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi detail-detail dari suatu peristiwa atau pemikiran tokoh (deduktif)[28]. Juga dipakai corak induktif yakni dengan menganalisis keterkaitan semua bagian dan semua konsep pokok satu persatu. Disini akan diuraikan secara teratur aspek realisme sosialis dalam karya Pram.
- Interpretasi.
Metode interprestasi yaitu metode untuk menyelami data yang terkumpul untuk kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksud tokoh secara khusus. Di sini akan diselami arti, makna dan konsep realisme sosialis yang terkandung dalam karya Pram.
- Kesinambungan Historis.
Metode ini dipakai untuk melihat beberapa faktor yang mengkonstruksi pemikiran sang tokoh (Pramoedya). Faktor tersebut bisa bersifat internal yang menyangkut latar belakang tokoh dan eksternal yang menyangkut pengalaman dan konteks zaman sang tokoh ketika membuat karya novel tetralogi. Termasuk di sini adalah konteks jaman dan tokoh dalam novel tersebut.
G. Sistematika Pembahasan.
Bagian ini menguraikan garis besar (out line) dari skripsi ini dalam bentuk bab-bab yang secara sistematis saling berhubungan. Sehingga ditemukan jawaban atas persoalan yang diajukan dalam penelitian ini. Penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab yang terdiri dalam beberapa sub bab keempat bab ini disusun dengan sistematika sebagai berikut.
Bab pertama, adalah Pendahuluan yang akan memberi gambaran skripsi ini secara keseluruhan. Dalam bab ini berisikan uraian singkat mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, Kerangka Teori dan Sistematika Pembahasan.
Bab kedua, adalah sebuah upaya mengenal kehidupan dan kreatifitas Pram. Hal ini dilakukan sebagai satu upaya penelusuran atas latar belakang keluarga, pendidikan dan hubungannya dengan proses kreatifitas Pram dalam penulisan karyanya. Disamping itu juga di selidiki peran-perannya dalam masyarakat yang dianggap sangat mempengaruhi karya-karyanya.
Bab ketiga yang berisikan pembahasan menjelaskan tentang realisme Sosialis dalam pandangan Pram, dan sekelumit cerita yang mengandumg unsur Realisme sosialis dalam novel Tetralogi. Tidak kalah penting, kesinambungan novel tersebut dengan keadaan masyarakat yang terjadi pada saat ini.
Bab keempat merupakan inti dari skripsi yaitu analisis realisme sosialis yang terkandung dalam novel Tetralogi.
Bab lima ini akan di berikan sebuah kesimpulan akhir sebagai jawaban dari rumusan masalah yang diajukan dalam skripsi ini dan disertakan pula saran-saran sebagai masukan lebih lanjut setelah dilakukan penelitian.
Selengkapnya Silahkan >>>DOWNLOAD
REALISME SOSIALIS PRAMOEDYA ANANTA TOER
(Telaah dalam Novel Tetralogi)