Pengaturan Konsumsi dalam Prespektif Hukum Islam (Studi atas Pemikiran Yusuf Al-Qardawi)
Oleh www.seowaps.com
Sistem ekonomi muncul karena adanya upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga terbentuklah aktifitas-aktifitas ekonomi, diantaranya adalah produksi, distribusi dan konsumsi. Konsumsi merupakan aktifitas yang penting bahkan bisa dikatakan sangat penting dalam peranannya. Segala aktifitas tersebut khususnya perilaku konsumen tidak bisa lepas dari aturan dan tuntutan yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. Dalam Islam perilaku konsumsi tidak dibatasi pada kebutuhan hidupnya dan kesenangan-kesenangan yang menekankan pada aspek materialnya saja, akan tetapi harus ada keseimbangan antara aspek material dan aspek spiritual. Aktifitas konsumsi menurut Yūsuf al-Qaradāwī, bahwa norma-norma dasar yang menjadi landasan dalam perilaku konsumsi termasuk menghindari sifat kikir atau bakhil, tidak boleh melakukan kemubaziran dan harus menanamkan sifat kasederhanaan. Yang menjadi masalah disini bagaimana dengan implementasi dari norma-norma yang dikemukakan oleh Yūsuf al-Qaradāwī.
Di dalam analisis data, digunakan cara berpikir induksi yakni kerangka dari pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī secara parsial dalam hal perilaku konsumsi sehingga bisa ditarik kesimpulan secara umum dalam pemikirannya tentang perilaku konsumsi tersebut sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini normatif.
Dan implementasi dalam pemikirannya yang tidak kikir atau bakhil yaitu memberikan infak baik wajib maupun sunnah, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk keluarganya, untuk masyarakat maupun untuk fi sabilillah (di jalan Allah). Tidak mubazir berarti tidak membelanjakan hartanya untuk sesuatu yang tanpa ada kemaslahatan dan untuk sesuatu yang diharamkan, termasuk dalam membelanjakan hartanya dengan berlebih-lebihan yaitu melebihi batas dalam hal yang halal. Dan yang terakhir adalah kesederhanaan yang harus ditanamkan dalam setiap kehidupan keseharian manusia, yaitu bersikap tengah-tengah antara sikap bakhil, sikap mubazir serta sikap berlebih-lebihan termasuk juga sikap kemewahan. Implementasi inilah yang harus ada pada setiap orang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Harta merupakan parameter sumber-sumber alam yang merupakan nikmat Allah, alat-alat perlengkapan dan kesenangan. Harta bukanlah sesuatu yang buruk dan bukan juga sesuatu yang menjijikkan, tetapi harta adalah sesuatu yang baik dan juga sebagai alat yang membantu kehidupan manusia.
Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia-manusia lain yang bersama-sama hidup dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.[1]
Sistem ekonomi muncul karena adanya upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemenuhan hidup yang sangat bervariasi melahirkan berbagai macam sistem kehidupan termasuk sistem ekonomi. Sistem ekonomi diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia pada berbagai jenis barang terutama barang kebutuhan pokok.
Maka menjadi semakin jelas ruang lingkup dari bidang garapan ekonomi, mengingat segala hal yang terdapat di dalamnya adalah merupakan kajian bagi salah satu sektor perilaku manusia yang berhubungan dengan aspek penting dalam ekonomi yaitu produksi, distribusi, dan konsumsi, dan serupa dengan apa yang disampaikan oleh seorang ekonomi neo klasik Lord Robin, bahwa ekonomi merupakan kajian tentang perilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan-tujuan dan alat-alat pemuas yang mengandung pilihan di dalam penggunaannya.[2] Maka pengertian yang muncul kemudian adalah kegitan itu tidak hanya selalu mengacu pada aspek material yang kemudian disebut-sebut sebagai obyek kegiatan ekonomi belaka, namun lebih dari itu bahwa pengertian kegitan ekonomi juga mencakup aspek moral, yaitu aspek perilaku manusia yang tidak hanya dibatasi oleh pengertian kekayaan material saja, kendati pada pengertian umum ekonomi itu menyangkut akan barang dan jasa yang bersifat material.
Hal ini mengandung isyarat bahwa manusia yang ada pada dasarnya merupakan decision maker dalam banyak hal termasuk setiap perilakunya akan dipengaruhi oleh nilai-nilai dan emosionalnya,[3] tarik-menarik antara nilai dan emosional inilah yang mewarnai perilaku manusia dalam mengambil keputusan pada setiap aktifitas hidupnya,[4] bagaimana bangsa-bangsa bertindak untuk menjaga perdamaian, bagaimana individu berhubungan dengan individu lain dan bagaimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, kesemuanya merupakan nilai yang meliputi persoalan moralitas, yaitu persoalan baik dan buruk.
Islam mengajarkan umatnya untuk menjalankan syari’at Islam secara keseluruhan (kaffah). Islam tidak hanya mengatur aspek ibadah mahdah saja yang menyangkut hubungan vertikal antara manusia dan pencipta-Nya, tapi juga menyangkut semua bentuk aktifitas yang berimplikasi sosial,[5] yang aktifitas tersebut disertai berbagi aturan dan tuntutan sebagaimana yang dituangkan dalam Fiqh Muamalat, agar dalam aktifitas tersebut tidak semata-mata mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengesampingkan etika dan moral, tanpa sedikitpun melibatkan suansa reliji dan sosial.
Konsumsi merupakan salah satu penggunaan dan pemanfaatan sumber daya atau barang-barang yang ada atau anugrah-anugrah yang Allah berikan kepada manusia untuk digunakan. Dalam melakukan konsumsi manusia diberi kebebasan, namun dalam kebebasanya itu harus berpijak pada aturan-aturan konsumsi (perilaku-perilaku konsumsi) yang telah diatur dalam ajaran Islam.
Dalam ekonomi konvensional, perilaku ekonomi (konsumsi) diartikan sebagai teori yang mempertimbangkan pemaksimalan daya guna, dan yang memaksimalkan adalah manusia ekonomi (homo economicus), tujuan tunggalnya adalah untuk mendapatkan derajat tertinggi dari perolehan ekonomi, yang menjadi stimulus dalam hal ini adalah perasaan akan uang.[6] Etika filosofi yang tercermin, berhubungan dengan “keberhasilan ekonomi” diartikan secara umum bahwa keberhasilan dalam mendapatkan uang adalah nilai tambah dari kebaikan ekonomi.[7] Pendekatan ini memandang bahwa nilai moral tindakan pribadi dapat ditentukan hanya oleh akibat dan konsekuensi dari tindakan tersebut, yaitu suatu tindakan yang dinilai etis jika tindakan tersebut menghasilkan manfaat atau dapat menguntungkan bagi sebagian besar orang.
Dari asumsi inilah penyusun menganggap bahwa persoalan kritis yang kemudian muncul dalam ekonomi mengenai teori konsumsi, misalnya dalam teori utilitarianisme, yang dalam teori ini terkait dengan penentuan terhadap nilai tindakan etis yang dilakukan dengan cara mengukur sejauh mana manfaat atau utilitas yang akan diperoleh serta sejauh mana tindakan itu dapat dilakukan.
Dalam kesempatan ini, adalah Yūsuf al-Qaradāwī seorang ulama mujaddid dan mujtahid di penghujung abad ke-20 ini, selalu memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu pengetahuan. Ia selalu mencoba “membumikan” ajaran Islam dan menggaris bawahi aspek maslahah dalam penentuan hukum Islam. Dalam kapasitasnya sebagai ulama tafsir-hadis, ia juga mengetengahkan pemikirannya tentang ekonomi Islam yang mencakup semua aktifitas ekonomi. Adapun pemikirannya dalam bidang konsumsi, bahwa seorang konsumen dalam berkonsumsi hendaknya memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan, jadi konsumen tahu kapan ia harus membelanjakan atau memanfaatkan hasil produksi. Perilaku-perilaku tersebut terikat oleh norma dan etika, meskipun Allah telah memberikan kebebasan sehingga konsumen tidak bebas mutlak dalam membelanjakan hartanya.
Dalam hal konsumi menurut Yūsuf al-Qaradāwī, Islam menggariskan bahwa membelanjakan harta tidak boleh melampaui batas yang diperlukan, begitu pula dengan sebaliknya membelanjakan harta yang terlalu hemat bukan karena tidak mampu tapi karena bakhil. Islam mengajarkan agar para konsumen bersikap sederhana.[8] Mengenai konsumsi, Yūsuf al-Qaradāwī hanya mengemukakan tiga konsep yang dalam setiap konsepnya mengandung arti lebih dari satu. Untuk itu, arti apakah yang sebenarnya terkandung dalam setiap konsepnyaa. Sebab itulah penyusun memilih Yūsuf al-Qaradāwī untuk dikaji pemikirannya, khususnya dalam perilaku konsumsi.
B. Pokok Masalah
Berdasarkan pada paparan di atas maka dapat ditarik pokok masalah, yaitu:
- Bagaimanakah konsep pengaturan perilaku konsumsi menurut pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī?
- Bagaimana implementasi dari konsep pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menggambarkan pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī tentang pengaturan perilaku konsumsi.
2. Memberikan penjelasan tentang implementasi dari konsep pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī.
Sedangkan kegunaan penelitian ini antara lain:
- Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kajian pemikiran ekonomi Islam.
- Kajian ini akan bermanfaat bagi siapa saja yang tertarik dengan kajian ekonomi Islam, khususnya dalam melihat perkembangan pemikiran intelektual muslim tentang konsumsi.
D. Telaah Pustaka
Penelitian mengenai pengaturan konsumsi secara khusus jarang sekali dilakukan. Hal ini disebabklan oleh anggapan bahwa konsep konsumsi hanyalah suatu kegiatan pemanfaatan barang-barang hasil produksi dan kecenderungan hanya sebatas materialistik belaka yaitu sebagai “pelampiasan” pemenuhan kebutuhan hidup manusia semata. Selain dari pada itu, kecenderungan yang lain adalah konsumsi hanya dianggap sebagai sebagian kecil dari dua substansi pemanfaatan kekayaan lainnya yaitu produksi dan distribusi. Sehingga dari beberapa referensi yang membahas tentang sistem ekonomi Islam, konsumsi dan segala pengaturannya hanyalah dipaparkan dalam bagian dari bab saja.
Monzer Kahf[9] misalnya, di dalam bukunya “Ekonomi Islam”, memasukkan pengaturan konsumsi dan etikanya dalam Islam kedalam bab teori konsumsi. Pembahasannya lebih ditekankan pada penanggulangan isu-isu pokok mengenai teori perilaku konsumen dan konsep-konsep barang-barang konsumen. Ia menjelaskan bahwa unsur-unsur pokok dari rasionalisme perilaku konsumen meliputi konsep keberhasilan, skala waktu perilaku konsumen, dan konsep harta. Di dalam konsep harta inilah dipaparkan etika konsumsi dalam Islam.
Demikian juga halnya dengan Abdul Manan,[10] di dalam bukunya “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, ia menganalisis bahwasanya perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar yaitu prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan, prinsip kemurahan hati, dan prinsip moralitas. Kemudian ia melanjutkan dengan menggolongkan kebutuhan-kebutuhan manusia dengan urutan prioritas sesuai dengan tuntutan Islam.
Dalam pernyataan yang tegas, Sunarto[11] menekankan bahwa pengaturan konsumsi dan hubungannya dengan produk konsumen melibatkan masalah kepercayaan yang tinggi, maka sangatlah penting bahwa perilaku tersebut harus dilingkupi dengan etika. Pembahasan ini kemudian ia jelaskan secara detail di dalam disiplin ilmu perilaku konsumen (consumer behavior) baik secara teoritis maupun aplikatif.
Dalam sebuah tesis, karya Rahman Qadir yang menelaah pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī tentang zakat profesi,[12] juga empat skripsi yang menelaah dan mengalisis pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī, yaitu karya Rahmawati yang berjudul Studi Atas Pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī Tentang Ekonomi Islam, tahun 2000[13] penelitian ini menitik beratkan pada etika yang di dalamnya meliputi nilai moral, akhlak dan perannya dalam kegiatan ekonomi Islam. Skripsi karya Sartono yang berjudul Studi Atas Pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī Tentang Zakat Madu.[14] Penelitian ini menfokuskan pada metode penggalian dan penetapan hukum zakat madu yang dilakukan oleh Yūsuf al-Qaradāwī Skripsi karya Achmad Subhan tahun 2002 yang berjudul Konsep Pengelolaan Zakat Sebagai Sarana Pemberdayaan Ekonomi Umat.[15] Skripsi ini mengkaji tentang konsep pengelolaan zakat dan relevansinya dalam konteks ke-Indonesia-an dan skripsi karya Bahri Asnawi yang berjudul Pengentasan Kemiskinan Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Atas pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī tahun 2003.[16] Skripsi ini membahas tentang kemiskinan dan solusi pengentasan kemiskisan yang dikonsep oleh Yūsuf al-Qaradāwī.
Uraian di atas menunjukan bahwa skripsi berjudul ”Pengaturan Konsumsi Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Atas Pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī) ini secara khusus belum pernah ada yang membahas dalam suatu karya ilmiah.
E. Kerangka Teoretik
Al-Qur’an pada dasarnya memberikan otonomi yang luas bentuk free will dan free choice kepada manusia untuk menentukan nasib dan corak hari depannya, tetapi dengan tekanan yang kuat agar ia mematuhi hukum-hukum moral tentang masalah baik dan buruk demi kelestarian eksistensinya di dunia ini.
Manusia beriman haruslah memberikan arah moral bagi setiap perubahan sosial. Manusia beriman sebagai konsekuensi logisnya adalah manusia yang berdiri paling depan dalam memberikan alternatif moral bagi suatu perubahan. Setelah ia lebih dahulu memelopori kehidupan bermoral itu. Keberadaan manusia bertauhid ditentukan oleh intensitas amal kebaikannya terhadap umat manusia secara keseluruhan yang terwujud dalam bentuk keadilan, persamaan, persaudaraan dan kedamaian dalam masyarakat.[17]
Begitu pula dalam hal konsumsi ketika seorang muslim sedang menkonsumsi dan memakan dari sebaik-baiknya rizki, ia merasa telah memnuhi perintah Allah dan yakin bahwa semua yang dikonsumsi asalnya dari Allah dan kesudahannya berakhir kepada Allah. Meskipun Allah telah memberikan kebebasan, manusia harus berlaku adil dan seimbang dalam berkonsumsi yang semuanya itu harus di pertanggungjawabkan kepada Allah.
Mengenai pentingnya pemanfaatan kekayaan, Islam memberi banyak penekanan pada upaya pengaturan dan penggunaan kekayaan tersebut. Dalam Islam, tidak ada perbedaan antara pengeluaran belanja yang bersifat spiritual maupun duniawi, berbeda dengan agama lain, ada perbuatan-perbutan yang dianggap sebagai perbuatan religius atau spiritual, sementara perbuatan lainnya non religius atau keduniawian. Islam tidak membuat perbedaan seperti itu antara jenis keperluan yang satu dengan yang lainnya, karena sebagaimana dipahami kepatuhan dan ketaatan kepada Allah-lah kaum muslimin menafkahkan harta mereka misalnya: kepada para janda, anak-anak yatim dan orang-orang miskin sama halnya seperti kerelaan mereka berbelanja untuk menafkahkan dirinya sendiri, anak-anak, orang tua dan kaum kerabat.
Pembicaraan mengenai konsumsi adalah penting karena terdapat perbedaan antara ekonomi modern dan ekonomi Islam, dalam hal konsumsi terletak pada cara pendekatannya dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh seseorang.
F. Metode Penelitian
Suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian adalah metodologinya, skripsi sebagai karya ilmiah tidak dapat dilepaskan dari metodologi ilmiah. Metode yang digunakan adalah:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya.[18]
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik yaitu pemaparan yang diawali dengan menggambarkan konsep yang dikemukakan oleh Yūsuf al-Qaradāwī tentang pengaturan konsumsi yang kemudian memberikan pembahasan dan analisa terhadap pemikirannya.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan datanya dengan menelusuri buku-buku dan tulisan-tulisan dalam bentuk lain yang berkaitan dengan obyek penelitian. Data yang penyusun gunakan dalam kajian ini terdiri dari sumber primer dan sekunder. Adapun data dari sumber primer tersebut antara lain: Daur al-Qiyām wa al-Akhlāq fī al-Islām.[19] Sedangkan sumber bantuan tambahan (sekunder) adalah al-Fatwā Baina al-Indibat wa at-Tasayyub, Fiqh az-Zakat, dan kajian-kajian yang membantu tentang konsumsi.
4. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan cara berpikir induksi, yaitu penyusun mangawali dari pemikiran tokoh yang sifatnya khusus (perilaku konsumsi), kemudian dari yang khusus tersebut ditarik kesimpulan secara umum.
5. Pendekatan Masalah
Karena penyusun membahas pemikiran tokoh dengan cara mengumpulkan pemikiran-pemikiran dan konsep-konsepnya dan diorientasikan pada nilai-nilai yang ada dalam obyek pembahasan, maka penyusun menggunakan pendekatan normatif.
G. Sistematika Pembahasan
Dalam penulisan skripsi ini, penyusun menggunakan pokok-pokok pembahasan secara sistematik yang berisi pendahuluan, pembahasan, dan penutup yang terdiri dari sub-sub sebagai perinciannya.
Bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah diadakannya penelitian, pokok masalah yang menjadi dasar dan dicari jawabannya, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka untuk menelaah buku-buku yang berkaitan dengan topik kajian yang telah dilakukan orang lain yang menjadi obyek penelitian, kerangka teoretik yang menjelaskan teori dan dijadikan sebagai landasan pembahasan, metode penelitian yang menerangkan metode-metode yang digunakan, dan sistematika pembahasan yang mengatur urut-urutan pembahasan. Bab ini diuraikan sebagai gambaran mendasar yang menentukan isi penelitian.
Bab kedua membahas secara rinci gambaran umum tentang konsumsi dengan sub-sub: konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dan perilaku konsumsi dalam Islam dan prioritas dalam konsumsi. Pembahasan ini sangat penting karena untuk memberikan gambaran awal mengenai konsep konsumsi.
Bab ketiga menjelaskan dan memaparkan pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī yang meliputi: kehidupan dan aktifitas ilmiah Yūsuf al-Qaradāwī serta pemikirannya tentang konsumsi. Pada bab ini difokuskan pada pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī sebagai obyek kajian penelitian, dan ini berhubungan erat dengan bab-bab sebelumnya serta merupakan jawaban dari pokok masalah yang pertama.
Bab keempat, setelah diuraikan pada bab-bab sebelumnya mengenai gambaran pemikiran Yūsuf al-Qaradāwī tentang konsumsi yang menjadi obyek penelitian, maka pada bab ini dilakukan analisis terhadap konsep pemikiran dan implementasinya sebagai jawaban atas pokok masalah yang kedua.
Bab kelima merupakan penutup yang menjelaskan kesimpulan dari pembahasan dan saran-saran, kemudian ditutup dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran penting lainnya.
Selengkapnya Silahkan >>> DOWNLOAD
Tags: Pengaturan Konsumsi dalam Prespektif Hukum Islam (Studi atas Pemikiran Yusuf Al-Qardawi)