Mendidik Anak dengan Kalimay Thoyibah dalam Pendidikan Islam(Membentuk Anak Berkepribadian Muslim
Mendidik Anak dengan Kalimah Thoyibah dalam Pendidikan Islam (Membentuk Anak Berkepribadian Muslim)
Oleh Team www.seowaps.com
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Istilah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang judul, serta uraian lebih lanjut, kiranya penyusun perlu menegaskan istilah-istilah yang terkandung dalam judul diatas.
1. Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum
Madrasah berasal dari bahasa Arab yaitu Madrasah yang artinya tempat untuk belajar atau sistem pendidikan klasikal yang didalamnya berlangsung proses belajar mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.[1] Sedangkan menurut Malik Fadjar pengertian Madrasah secara umum dapat diartikan sebagai sekolah umum yang bercirikhas Islam yang menjadi bagian keseluruhan dari sistem pendidikan nasional.[2] Dalam SKB tiga mentri disebutkan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.[3]
Berdasar kepada Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0489/U/1992 tahun 1992, disebutkan bahwa Madrasah Aliyah adalah sekolah setingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) yang bercirikhas agama Islam.[4] Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa MA Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta telah mewujudkan pengembangan kurikulum.
2. Pondok Pesantren Krapyak
Pondok pesantren berasal dari bahasa Arab ÇáãÚåÏ yang artinya lembaga, badan.[5]
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dikatakan bahwa pesantren merupakan suatu asrama tempat murid-murid belajar mengaji.[6] Yakni merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para siswa (santri) tinggal bersama dan belajar bersama dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan Kiyai atau Ustadz.[7]
Menurut Abdul Qadir Jaelani, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran Islam, tempat pelaksanaan pengajian dan pusat pengembangan masyarakat yang diselenggarakan dalam kesatuan tempat pemukiman dengan Masjid sebagai pusat kegiatan ditambah ruang kelas dan asrama pondokan.[8]
Jadi Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta adalah suatu lembaga pendidikan Islam formal berbasis pesantren yang setingkat dengan sekolah menengah umum (SMU, MAN) dan berada dibawah naungan Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak. Madrasah ini terletak di Jln. D.I. Panjaitan atau Jln. KH. Ali Maksum, diperbatasan kota Yogyakarta dan kabupaten Bantul.
Di Madrasah Aliyah Ali Maksum, terdapat tiga jurusan atau Program Studi dimana siswa-siswi terbagi menjadi tiga program studi yaitu I’dadiyyah, MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan) dan MAU (Madrasah Aliyah Umum).
Bertitik tolak dari penegasan istilah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa skripsi ini adalah suatu penelitian lapangan terhadap pengembangan kurikulum yang berlangsung di Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
3. Pengembangan Kurikulum
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengembangan secara etimologi berasal dari kata kembang yang berarti menjadi tambah sempurna (tentang pribadi, fikiran, pengetahuan dan sebagainya), pengembangan berart proses, cara, perbuatan.[9] Sedangkan menurut istilah pengembangan berarti penyusunan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan dalam suatu kegiatan.[10] Adapun kata pengembangan lebih banyak digunakan daripada pembinaan. Nampaknya kedua istilah tersebut diambil dari literature barat dengan istilah Curriculum development dan Curriculum engineering. Pembinaan kurikulum (Curriculum improvement/Curriculum building) adalah kegiatan yang mengacu pada usaha untuk melaksanakan, mempertahankan dan menyempurnakan kurikulum-kurikulum yang telah ada, guna memperoleh hasil yang maksimal. Sedangkan pengembangan kurikulum (Curriculum development/Curriculum design) sebagai tahap lanjutan dari pembinaan, yakni kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan suatu kurikulum baru.[11]
Menurut Geane, Topter dan Alicia bahwa Pengembangan Kurikulum adalah suatu proses dimana partisipasi pada berbagai tingkatan dalam membuat keputusan tentang tujuan, bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif.[12]
Menurut Caswell Pengembangan Kurikulum adalah sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengajarkan bahan menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Dari kedua pendapat tersebut, bahwa pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian terhadap kurikulum yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan belajar mengajar yang lebih baik.[13]
Yang penulis maksud adalah suatu pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya Departemen Pendidikan Nasional terhadap kurikulum sekolah menengah. Yaitu suatu pengembangan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam kurikulum 1994 serta untuk meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan dan cita-cita pendidikan negara Indonesia.
4. Kurikulum
Istilah “kurikulum” berasal dari bahasa latin, yakni “curricullae”. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.[14]
Kurikulum juga mempunyai arti sejumlah mata pelajaran tertentu yang harus ditempuh (pengetahuan yang harus dikuasai) untuk mencapai suatu tingkatan.[15] Menurut Hilda Taba, kurikulum merupakan cakupan dari tujuan, isi dan metode yang lebih luas/umum.[16]
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan judul “Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta (Studi Tentang Pengembangan Kurikulum Tahun 1994-2004)” adalah penelitian lapangan tentang analisis pengembangan kurikulum dimana kurikulum sebagai unsur dasar pendidikan, dan bagaimana Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam mampu mengangkat citranya sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional yang oleh sebagian masyarakat masih dianggap sebagai lembaga pendidikan kelas dua atau lembaga tradisional.
B. Latar Belakang Masalah
Dalam proses pendidikan, kurikulum memiliki kedudukan yang penting yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa adanya kurikulum, sulit rasanya bagi perencana dan pelaksana pendidikan mencapai cita-cita pendidikan. Hal ini disebabkan proses kurikulum yang berlangsung secara berkesinambungan merupakan wujud keterpaduan dari semua dimensi pendidikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan.
Kurikulum dapat dirancang sebagai suatu rancangan pendidikan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan.[17] Perlu diketahui bahwa hubungan dalam hubungan antara pendidikan dan kurikulum seperti tujuan dan isi pendidikan. Tujuan pendidikan akan tercapai dan dapat dilaksanakan jika sarana maupun alat dapat melengkapi atau tegasnya kurikulum dapat terlaksana jika yang dijadikan dasar kerangka acuannya itu relevan, sesuai dengan tujuan pendidikan.
Disadari bahwa kurikulum pendidikan disemua tingkat sekolah harus selalu sesuai dengan tingkat pengembangan dan kebutuhan masyarakat. kurikulum sebagai perangkat dan upaya pelaksanaan pendidikan nasional merupakan satuan kegiatan dan usaha-usaha pendidikan yang terorganisir dan terintegrasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan (sekolah) yang terarah tercapainya tujuan pendidikan nasional.[18]
Untuk merealisasikan tujuan tersebut guna menyelesaikan terhadap perkembangan dan kebutuhan masyarakat, tentunya diperlukan model kurikulum yang bersifat lokal, artinya kurikulum yang materinya disesuaikan dengan daerah atau tempat dimana peserta didik berada.
Kurikulum muatan lokal yang diberikan disekolah bertujuan untuk menyelaraskan apa yang diberikan peserta didik dengan kebutuhan dan kondisi yang ada didaerahnya, mengoptimalkan potensi dan sumber belajar yang ada disekitarnya bagi kepentingan peserta didik sesuai dengan kebutuhan yang ada disekitarnya memperkenalkan dan menanamkan kehidupan social budaya serta nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dimasyarakatnya kepada peserta didik sendiri mungkin.[19]
Dengan demikian materi kurikulum muatan lokal harus disesuaikan dengan daerah yang bersangkutan, sehingga sangat ironis sekali jika ada sebuah sekolah yang berada dilingkungan pesantren yang terkenal dengan tradisi keagamaannya yang kuat tidak mengajarkan ilmu-ilmu agama. Karena semua ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik ketika mereka membaur dengan masyarakat, apabila peserta didik merasa kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus mampu memberikan materi yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk terjun dimasyarakat. Karena sekolah adalah sebagai institusi pendidikan sekaligus berperan sebagai institusi social kemasyarakatan karena melalui lembaga tersebut peserta didik dipersiapkan untuk terjun dan aktif dalam kehidupan masyarakat.[20]
Adapun pengembangan kurikulum yang ada selama ini merupakan salah satu alternatif yang ditempuh oleh suatu lembaga pendidikan, seperti seperti Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Madrasah ini berusaha untuk membuat kurikulum yang sesuai dengan kondisi masyarakat sekitar. Dengan cara menerapkan dua kurikulum yaitu perpaduan antara kurikulum Depag dengan kurikulum Kepesantrenan. Kurikulum yang dikembangkan sebagai upaya untuk memudahkan mencapai tujuan-tujuan pendidikan di madrasah ini. Kurikulum kepesantrenan ini dirancang oleh madrasah dengan nuansa pesantren, kurikulum Madrasah Aliyah Ali Maksum ini tidak lepas dari Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Pesantren atau pondok, adalah salah satu subsistem dari Sistem Pendidikan Nasional yang secara otomatis ikut bertanggung jawab dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang tangguh dan tahan uji. Ini terbukti dengan tujuan utama yang diembannya yaitu membentuk pribadi muslim yang memiliki nilai-nilai Islami.[21]
Madrasah Aliyah Ali Maksum sebagai lembaga pendidikan swasta yang memiliki kewenangan untuk mengembangkan kurikulumnya dibandingkan dengan Madrasah-madrasah yang memiliki status negeri. Dalam proses pengembangan kurikulum ini Madrasah Aliyah Ali Maksum dituntut untuk melaksanakan dengan seimbang dalam menyampaikan materi yang bermuatan lokal maupun materi pelajaran umum. Hal ini berkaitan dengan tujuan Madrasah tersebut sebagai lembaga pendidikan menengah dalam upaya mengajarkan diri dengan Madrasah-madrasah lain, terutama pada pelajaran umum. Disamping itu juga karena Madrasah Aliyah Ali Maksum ini berbeda dengan Madrasah umum lainnya. Namun demikian, bukan berarti Madrasah Aliyah Ali Maksum ini sama sekali berbeda dengan Madrasah Aliyah lainnya. Tetapi di Madrasah Aliyah Ali Maksum ini hanya menambahkan kurikulum Depag dengan kurikulum Kepesantrenan sebagai ciri khas Madrasah tersebut.
Mengingat betapa pentingnya pengembangan kurikulum di Madrasah Aliyah Ali Maksum demi tercapainya tujuan lembaga pendidikan secara menyeluruh maka Madrasah Aliyah Ali Maksum berupaya semaksimal mungkin untuk mengembangkan dan menghasilkan kurikulum yang benar-benar sesuai dengan yang diharapkan oleh semua pihak, baik sekolah maupun masyarakat.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah pokok penelitian ini adalah:
Bagaimana Pelaksanaan Pengembangan Kurikulum Madrasah Aliyah Yayasan Ali-Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta?
Dari masalah pokok ini ada beberapa hal yang akan diteliti:
1. Tujuan
2. Bahan ajar (materi)
3. Proses (metode dan media)
4. Evaluasi
D. Alasan Pemilihan Judul
Adapun alasan pemilihan judul dari karya tulis ini adalah :
1. Pergantian kebijakan dalam pendidikan termasuk pergantian kurikulum merupakan sesuatu yang selalu akan terjadi dan dalam pelaksanaannya tentulah menemui permasalahan dan hambatan, oleh karena itu perlu kiranya masalah-masalah tersebut untuk diteliti.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kurikulum Madrasah Aliyah antara tahun 1994-2004, sehingga mampu meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang akan datang.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pengembangan kurikulum di Madrasah Aliyah Ali Maksum.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum tersebut.
2. Kegunaan Penelitian
a. Memberikan masukan bagi Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum tentang pemberdayaan SDM dalam rangka pengembangan kurikulum.
b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam khususnya yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum.
c. Memberikan sumbangan terhadap ilmu pengetahuan pada umumnya.
d. Sebagai syarat untuk memenuhi gelar sarjana Strata1 (S1) di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Tarbiyah.
F. Telaah Pustaka
1. Skripsi-skripsi yang digunakan sebagai acuan penulisan
Sejauh pengamatan penulis, kajian tentang kurikulum telah dilakukan oleh beberapa orang, dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum pada sebuah lembaga atau institusi pendidikan. Sedangkan penelitian yang khusus membahas tema seperti judul penelitian ini memang sudah ada, akan tetapi untuk pembahasan kurikulum yang baru masih belum ada. Dalam melakukan kajian pustaka penulis menemukan sebuah penelitian tentang pembaharuan kurikulum yang ditulis oleh Sobariyah BT. Abu Bakar (Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam lulus pada tahun 1990) yang berjudul Pembaharuan Kurikulum Sekolah Menengah Di Malaysia (Tinjauan Tentang Peningkatan Penerapan Nilai-nilai Islam). Garis besar dari judul skripsi ini adalah mengenai pembaharuan atau perubahan yang dilaksanakan dalam Kurikulum Sekolah Menengah Biasa di Malaysia serta penerapan nilai-nilai Islam dalam pelaksanaan kurikulum tersebut. Kurikulum yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Bersepadu Sekolah Sekolah Menengah (KBSM) merupakan kurikulum baru bagi sekolah-sekolah menengah di Malaysia yang mulai dilaksanakan pada tahun 1988/1989.
Kemudian skripsi saudari Fitriyana (Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam yang lulus pada tahun 2001) yang membahas tentang Pengembangan Kurikulum Di SMU Takhassus Al-Qur’an Kalibeber Wonosobo, adapun didalamnya dibahas mengenai suatu kegiatan dalam rangka mengembangkan kurikulum yang dilaksanakan oleh SMU TakhassusAl-Qur’an Kalibeber Wonosobo untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.
Kemudian skripsi saudari Fatkhul Hidayati (Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam yang lulus pada tahun 1995) yang membahas tentang Perkembangan Kurikulum Madrasah Aliyah Tahun 1975-1994, adapun didalamnya dibahas mengenai bagaimana pengungkapan fakta-fakta tentang perjalanan sejarah perkembangan kurikulum Madrasah Aliyah dari tahun 1975-1994.
Kemudian skripsi saudari Nurul Imamah (Fakultas Tarbiyah Jurusan Kependidikan Islam yang lulus pada tahun 2003) yang membahas tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi Dalam Mengembangkan Kreativitas Anak Didik (Perspektif Pendidikan Islam), adapun didalamnya dibahas mengenai suatu upaya penelitian ilmiah untuk mengetahui kurikulum berbasis kompetensi dalam mengembangkan kreativitas anak didik (perspektif pendidikan Islam). Ingin mengkaji secara mendalam konsep kurikulum berbasis kompetensi itu sendiri dalam mengembangkan kreativitas anak didik, dalam perspektif pendidikan Islam.
2. Buku-buku yang digunakan sebagai acuan penulisan
Dalam bukunya Prof. DR. Nana Saodih Sukmadinata, yang berjudul “Pengembangan Kurikulum teori dan praktek”, ditekankan tentang kurikulum sebagai rancangan pendidikan yang berawal dan dan bertolak dari pengembangan kurikulum pendidikan.
Drs. H. Muhammad Ali, M.Pd., M.A., dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum Di Sekolah”, dikatakan bahwa pengembangan kurikulum di sekolah pada dasarnya merupakan penyusunan kurikulum berdasarkan kurikulum resmi untuk dijadikan pegangan dalam pelaksanaan di sekolah.
Dalam bukunya S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, dijelaskan bahwa untuk dapat menghasilkan suatu kurikulum yang rasional dan aplicable (dapat dilaksanakan) diperlukan kerjasama yang erat antara berbagai pihak. Itulah sebabnya guru sebagai salah satu aparat yang perlu dilibatkan dalam pengembangan kurikulum perlu mempunyai pengetahuan dasar dalam pengembangan kurikulum.
Kemudian Oemar Hamalik, dijelaskan dalam bukunya Pengembangan Kurikulum: dasar-dasar dan perkembangannya, dijelaskan bahwa kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing suatu pendidikan.
Dalam bukunya Dr. E. Mulyasa, M.Pd., yang berjudul “Kurikulum Berbasis Kompetensi”, ditekankan tentang bagaimana Kurikulum Berbasis Kompetensi diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien, dan berhasil guna.
Dan juga dalam bukunya Abdul Majid, S.Ag dan Dian Andayani, S.Pd, yang berjudul “Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi”, dijelaskan bahwa implementasi KBK dalam PAI merupakan pengembangan kurikulum pada tingkat bidang studi (penyusunan silabus) dan pelaksanaan pembelajaran (actual curriculum), yang mencakup Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Dilihat dari beberapa judul skripsi diatas memang sudah banyak yang mengkaji tentang kurikulum, akan tetapi dalam penulisan-penulisan skripsi diatas belum ada yang membahas secara khusus tentang pengembangan kurikulum di Madrasah Aliyah Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Oleh karena itu penulis mencoba untuk membahas mengenai pengembangan kurikulum di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
G. Kerangka Teoritik
Dalam rangka menjelaskan konsep pengembangan kurikulum, maka kami bagi pembahasan ini menjadi dua yaitu:
1. Anatomi (Komponen-komponen Kurikulum)
Kurikulum dapat diumpamakan sebagai suatu organisme manusia ataupun binatang, yang memiliki susunan anatomi tertentu.unsur-unsur atau komponen-komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian dan media, serta evaluasi. Keempat komponen tersebut berkaitan satu sama lain.
Suatu kurikulum harus memiliki kesesuaian atau relevansi. Kesesuaian ini meliputi dua hal. Pertama kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi, dan perkembangan masyarakat. Kedua kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi sesuai dengan proses, isi dan tujuan kurikulum.[22]
1) Tujuan
Dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah 1975/1976 dikenal kategori tujuan sebagai berikut. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan jangka panjang, tujuan ideal pendidikan bangsa Indonesia. Tujuan institusional, merupakan sasaran pendidikan sesuatu lembaga pendidikan. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu program studi. Tujuan instruksional yang merupakan target yang harus dicapai oleh sesuatu mata pelajaran. Yang terakhir ini, masih dirinci lagi menjadi tujuan instruksional umum dan khusus atau disebut juga objektif, yang merupakan tujuan pokok bahasan.[23]
2) Bahan ajar
Ada beberapa cara untuk menyusun sekuens bahan ajar, yaitu:
a) Sekuens kronologis. Untuk menyusun bahan ajar yang mengandung urutan waktu, dapat digunakan sekuens kronologis. Peristiwa-peristiwa sejarah, perkembangan historis suatu institusi, penemuan-penemuan ilmiah dan sebagainya dapat disusun berdasarkan skuens kronologis.
b) Sekuens kausal. Masih berhubungan erat dengan sekuens kronologis adalah sekuens kausal. Siswa dihadapkan pada peristiwa-peristiwa atau situasi yang menjadi sebab atau pendahulu dari sesuatu peristiwa atau situasi lain. Dengan mempelajari sesuatu yang menjadi sebab atau pendahulu para siswa akan menemukan akibatnya. Menurut Rowntree “skuens kausal cocok untuk menyusun bahan ajar dalam bidang meteorologi dan geomorfologi”.
c) Sekuens struktural. Bagian-bagian bahan ajar suatu bidang studi telah mempunyai struktur tertentu. Penyusunan sekuens bahan ajar bidang studi tersebut perlu disesuaikan dengan strukturnya. Dalam fisika tidak mungkin mengajarkan alat-alat optik, tanpa terlebih dahulu mengajarkan pemantulan dan pembiasan cahaya, dan pemantulan dan pembiasan cahaya tidak mungkin diajarkan tanpa terlebih dahulu mengajarkan masalah cahaya. Masalah cahaya, pemantulan-pembiasan, dan alat-alat optik tersusun secara struktural.
d) Sekuens logis dan psikologis. Bahan ajar juga dapat disusun berdasarkan urutan logis. Rowntree melihat perbedaan antarasekuens logis dengan psikologis. Menurut sekuens logis bahan ajar dimulai dari bagian menuju pada keseluruhan, dari yang sederhanakepada yang kompleks, tetapi menurut sekuens psikologis sebaliknya dari keseluruhan kepada bagian, dari yang kompleks kepada yang sederhana. Menurut sekuens logis bahan ajar disusun dari yang nyata kepada yang abstrak, dari benda-benda kepada teori, dari fungsi kepada struktur, dari masalah bagaimana kepada mengapa.
e) Sekuens spiral, dikembangkan oleh Bruner. Bahan ajar dipusatkan pada topik atau pokok bahan tertentu. Dari topik atau pokok tersebut bahan diperluas dan diperdalam. Topik atau pokok bahan ajar tersebut adalah sesuatu yang popular dan sederhana, tetapi kemudian diperluas dan diperdalam dengan bahan yang lebih kompleks.
f) Rangkaian ke belakang. (backward chaining), dikembangkan oleh Thomas Gilbert. Dalam sekuens ini mengajar dimulai dengan langkah terakhir dan mundur kebelakang. Contoh, proses pemecahan masalah yang bersifat ilmiah, meliputi 5 langkah, yaitu: (a) Pembatasan masalah (b) Penyusunan hipotesis, (c) Pengumpulan data, (d) Pengetesan hipotesis, (e) Interpetasi hasil tes. Dalam mengajarnya mulai dengan langkah, (e) kemudian guru menyajikan data tentang sesuatu masalah dari langkah (a) sampai (d),dan siswa diminta untuk membuat interpretasi hasilnya (e). pada kesempatan lain guru menyajikan data tentang masalah lain dari langkah (a) sampai (c) dan siswa diminta untuk mengadakan pengetesan hipotesis (d) dan seterusnya.
g) Sekuens berdasarkan hierarki belajar. Model ini dikembangkan oleh Gagne, dengan prosedur sebagai berikut: tujuan-tujuan khusus utama pembelajaran dianalisis, kemudian dicari suatu hierarki urutan bahan ajar untuk mencapai tujun-tujuan tersebut. Gagne mengemukakan 8 tipe yang tersusun secara hierarkis mulai dari yang paling sederhana: signal learning, stimulus-respons learning, motor-chain learning, verbal association, multiple discrimination, concept learning, principle learning, dan problem-solving learning.[24]
3) Strategi mengajar
Penyusunan sekuens bahan ajar berhubungan erat dengan strategi atau metode mengajar. Pada waktu guru menyusun skuens suatu bahan ajar, ia juga harus memikirkan strategi mengajar mana yang sesuai dengan untuk menyajikan bahan ajar dengan urutan seperti itu.
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajar. Rowntee membagi strategi mengajar itu atas Exposition-Discovery Learning dan Groups-Individual Learning. Ausubel and Robinson membaginya atas strategi Reception Learning-Discovery Learning dan Rote Learning-Meaningful Learning.
a) Reception/Exposition Learning-Discovery Learning.
Reception dan exposition sesungguhnya mempunyai makna yang sama, hanya berbeda dalam pelakunya. Reception learning dilihat dari sisi siswa sedangkan expotion dilihat dari sisi guru.
b) Rote Learning-Meaningful Learning.
Dalam rote learning bahan ajar disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel and Robinsin sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktur kognitif yang ada pada siswa.
c) Group Learning-Individual Learning.
Pelaksaan discovery learning menuntut menuntut aktivitas belajar yang bersifat individual atau dalam kelompok-kelompok kecil. Discovery learning dalam bentuk kelas pelaksanaannya agak sukar dan mempunyai beberapa masalah. Masalah pertama, karena kemampuan dan kecepatan belajar siswa tidak sama. Dan masalah lain adalah kemungkinan untuk bekerja sama, dalam kelas besar tidak mungkin semua anak dapat bekerja sama.
4) Media mengajar
Rowntree mengelompokkan media mengajar menjadi lima macam dan disebut modes, yaitu Interaksi insani, realita, pictorial, symbol tertulis, dan rekaman suara.
a) Interaksi insani. Media ini merupakan komunikasi langsung antara dua orang atau lebih. Dalam komunikasi tersebut kehadiran sesuatu pihak secara sadar atau tidak sadar mempengaruhi perilaku yang lainnya. Terutama kehadiran guru mempengaruhi siswa-siswanya.
b) Realita. Realita merupakan bentuk perangsang nyata seperti orang-orang, bintang, benda-benda, peristiwa, dan sebagainya yang diamati siswa.
c) Pictorial. Media ini menunjukkan penyajian sebagai bentuk variasi gambar dan diagram nyata ataupun symbol, bergerak atau tidak, dibuat diatas kertas, film, kaset, disket, dan media lainnya.
d) Simbol tertulis, simbol tertulis merupakan media penyajian informasi yang paling umum, tetapi tetap efektif. Ada beberapa macam bentuk media simbol tertulis seperti buku teks, buku paket, paket program belajar, modul, dan majalah-majalah.
e) Rekaman suara. Berbagi bentuk informasi dapat disampaikan kepada anak dalam bentuk rekaman suara.[25]
5) Evaluasi
Komponen utama selanjutnya setelah rumusan tujuan, bahan ajar, strategi mengajar, dan media mengajar adalah evaluasi dan penyempurnaan. Tiap kegiatan akan memberikan umpat balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar. Umpan balik tersebut digunakan untuk mengadakan berbagai usaha penyempurnaan baik bagi penentuan dan perumusan tujuan mengajar, penentuan sekuens bahan ajar, strategi, dan media mengajar.
a) Evaluasi hasil belajar-mengajar
Menurut lingkup luas bahan dan jangka waktu belajar dibedakan antara evaluasiformatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan belajar dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Evaluasi sumatif ditujukan untuk menilai penguasaan siswa terhadap tujuan-tujuan yang lebih luas, sebagai hasil usaha belajar dalam jangka waktu yang cukup lama, satu semester, satu tahun atau selama jenjang pendidikan.
b) Evaluasi pelaksanaan mengajar
Komponen-komponen yang dievaluasi dalam pengajaran bukan hanya hasil belajar-mengajar tetapi keseluruhan pelaksanaan pengajaran, yang meliputi evaluasi komponen tujuan mengajar, bahan pengajaran (yang menyangkut skuens bahan ajar), strategi dan media pengajaran, serta komponen evaluasi mengajar sendiri.[26]
2. Desain Kurikulum
Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, sekurang-kurangnya dikenal tiga pola desain kurikulum, yaitu:
a. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar.
b. Learner centered design, suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
c. Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
Walaupun bertolak dari hal yang sama, dalam suatu pola desain terdapat beberapa variasi desain kurikulum. Dalam subject centered design, dikenal ada: the subject design, the disciplines design dan the broad fields design. Pada problems centered design dikenal pula dengan areas of living design dan the core design.
3. Dasar Pengembangan Kurikulum
a. Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa disekolah. Merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Disana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat dan kemampuan guru diuji untuk mewujudkan kurikulum yang nyata dan hidup sesuai dengan tuntutan dan tantangan perkembngan masyarakat.[27]
b. Dengan prinsip dan model pengembangan kurikulum yang telah dikembangakan dalam lembaga pendidikan akan lebih jelas jika kita memandang kurikulum sebagai sebuah komponen dasar dan tubuh kurikulum dengan komponen ini akan lebih jelas dalam mengerahkan anak didik sebagai subyek didik yang harus dikembangkan. Menurut Nana Syaodih komponen kurikulum terdiri dari :
1) Tujuan-tujuan kurikulum
2) Bahan ajar (materi)
3) Strategi (metode)
4) Media (alat)
5) Evaluasi pengajaran
Evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan mengajar secara keseluruhan. Tiap kegiatan akan memberikan umpan balik, demikian juga dalam pencapaian tujuan-tujuan belajar dan proses pelaksanaan mengajar.[28]
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
Seiring perkembangan tatanan masyarakat yang ditandai oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tuntutan adanya kurikulum yang sesuai dengan zamannya menjadi relevan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kurikulum menurut Nana Syaodih adalah :
a. Perguruan tinggi, dimana perguruan tinggi mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi perkembangan dalam perkembangan dalam pendidikan serta persiapan guru (tenaga pendidik) yng memahami terhadap bidangnya.
b. Masyarakat, sekolah merupakan bagian dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk hidup dimasyarakat.
c. Sistem nilai, dimana lingkungan terdapat sistem nilai yang menentukan sekolah sebagai lembaga pendidikan yang dibentuk oleh masyarakat hendaknya mampu memelihara dan meneruskan nilai-nilai pemahaman nilai hendaknya tidak dipahami secara kognitif dan menghafal tetapi tetapi perlu internalisasi nilai-nilai terhadap siswa.[29]
5. Hambatan-hambatan
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan antara lain:
a) Kemampuan guru, hambatan yang dilami karena kurang waktu, kurang kerjasama dengan guru lain, pengetahuan yang kurang.
b) Masyarakat sebagai umpan balik
c) Biaya sebagai kekuatan finansial.[30]
Sedangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserts didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kurikulum Berbasis Kompetensi diarahkan untuk mengembangkan kemampuan, pemahaman, pengetahuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.[31]
Kurikulum ini sendiri sebagai pergeseran penekanan dari content atau isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berfikir, belajar dan melakukan) dalam kurikulum. Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat dibilang sebagai kurikulum humanistik, karena kurikulum humanistik lebih memberikan tempat utama kepada anak didik.
Kurikulum Berbasis Kompetensi sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal.
2) Berorientasi pada hasil belajar dan keberagaman.
3) Penyampaian pada pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar yang lainnya memenuhi unsure edukatif.
5) Penilaian menekankan pada proses dan hasil dalam upaya penguasa atau pencapaian suatu kompetensi.[32]
Sedangkan kalau kita melihat konsep kurikulum bahwa dalam upaya menerapkan, mengimplementasikan dan mengelola kurikulum memiliki peranan yang meliputi :
a) Peranan Konservatif
Kurikulum harus mampu menafsirkan dan mewariskan nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam masyarakat yang mengandung makna dalam membina perilaku anak didik.
b) Peranan Kreatif
Kurikulum harus mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti harus menyusun atau mendesain pengalaman belajar yang bersumber dari masyarakat dan dibuat dalam bentuk mata pelajaran yang akan disajikan pada anak didik. Upaya ini dapat membantu mengembangkan semua potensi yang ada pada anak didik. Dengan demikian, kurikulum diharapkan akan dapat membawa para siswa menuju masyarakat yang berbudaya, ini berarti bahwa kurikulum harus mampu mendorong dan membuat para siswa berkembang daya kreatifnya.
c) Peran Kritis dan Evaluatif
Kurikulum amat berperan aktif sebagai kontrol sosial dan menekankan pada unsur berfikir kritis.[33]
Jadi sebuah kurikulum itu harus memiliki peranan aktif dan evaluatif guna pengembangan dalam proses belajar.
Maka dari itu Kurikulum Berbasis Kompetensi harus bisa berperan secara konservatif, kreatif, kritis dan evaluatif, sehingga mampu menciptakan sumber daya manusia (out put pendidikan) yang perofesional dan kreatif.
H. Metode Penelitian
Adapun metode-metode yang dipakai penulis dalam rangka penelitian ini yaitu meliputi Metode Penentuan Subyek atau Sumber Data, Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisa Data.
1. Metode Penentuan Subyek atau Sumber data
Sebelum memperoleh data yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam pemecahan masalah secara ilmiah penulis menentukan terlebih dahulu subyek yang akan diteliti.
Menurut Drs. Anas Sudijono dalam bukunya Metodologi Research dan Bimbingan Skripsi disebutkan bahwa:
Metode penentuan subyek juga sering disebut metode penentuan sumber data, yaitu menentukan populasi sebagai tempat diperoleh data. Yang dimaksud dengan populasi disini adalah keseluruhan yang seharusnya menjadi sarana penelitian.[34]
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya Manajemen Penelitian disebutkan bahwa sumber data adalah benda, hal atau orang tempat peneliti mengamati, membaca atau bertanya tentang data. Secara umum sumber data dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni orang, kertas atau dokumen dan tempat berlangsungnya suatu kegiatan.[35] Yang dijadikan sumber dalam penelitian di Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta adalah :
1) Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Ali Maksum
2) Team Sie. Akademik, pengajaran dan kurikulum
3) Guru dan karyawan Tata Usaha
2. Metode Pengumpulan Data
Yang dimaksud cara mengumpulkan data disini adalah proses diperolehnya data dari sumber data, sedangkan sumber data adalah subjek dari penelitian dimaksud.[36]
Dalam pengumpulan data ini, penulis menggunakan beberapa metode antara lain :
a. Metode Observasi
Sebagai metode ilmiah observasi dapat diartikan sebagai metode yang berfungsi untuk pengamatan dan pencatatan dengan sistematik
fenomena-fenomena yang diselidiki.[37]
Metode ini penulis gunakan untuk mengamati dan mencatat situasi belajar-mengajar secara umum, sarana dan prasarana (keadaan fisik sekolah, dan lain sebagainya), letak geografis dan seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini.
b. Metode Interview
Yaitu metode pengumpulam data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis berdasarkan pada tujuan penelitian.[38]
Interview (wawancara) sebagai metode untuk memperoleh data dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan pertanyaan yang telah disusun. Dalam penelitian ini penulis menggunakan interview bebas terpimpin. Dimana jenis-jenis pertanyaan sudah dipersiapkan dengan cermat, namun cara penyampaiannya dengan bebas, tidak terikat oleh pertanyaan dan dengan kebebasan akan dicapai kewajaran secara maksimal, sehingga diperoleh data secara maksimal.[39]
Metode ini akan penulis pergunakan untuk memperoleh data antara lain tentang :
1) Sejarah berdirinya Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum
2) Keadaan guru, siswa, organisasi dan sarana prasarana yang diteliti
3) Pengembangan Kurikulum di Madrasah Aliyah Ali Maksum
c. Metode Dokumentasi
Yang dimaksud metode dokumentasi disini adalah metode untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan/transkrip, buku-buku dan lain-lain yang berhubungan dengan penelitian.[40]
Metode ini penulis pergunakan untuk mengetahui tentang :
1. Daftar latar belakang pendidikan guru Madrasah Aliyah Ali Maksum
2. Jumlah guru dan daftar nama-namanya
3. Jumlah siswa Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum
4. Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta
5. Data-data sebagai pedoman bagi pengembangan kurikulum
3. Metode Analisa Data
Yang dimaksud menganalisis data adalah menyeleksi dan menyusun serta menafsirkan data yang sudah masuk dengan tujuan agar data tersebut dapat dimengerti isi atau maksudnya, karena data yang sudah masuk atau terkumpul itu belum dapat berbicara sebelum dianalisa dan diinterpretasikan.
Menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad metode analisa data adalah usaha yang konkrit untuk membuat data itu “berbicara”.[41]
Untuk data kualitatif menggunakan metode deskriptif analitik non statistik dengan cara berfikir:
a. Deduktif , yaitu pengambilan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat umum kesuatu pernyataan yang bersifat khusus.[42] Metode ini digunakan untuk memperoleh gambaran umum pelaksanaan pengembangan kurikulum madrasah dari tahun 1994-2004.
b. Induktif , yaitu penarikan kesimpulan dari pernyataan yang bersifat khusus kesuatu yang bersifat umum.[43] Metode ini digunakan untuk melihat secara detail perkembangan kurikulum Madrasah Aliyah dari tahun 1994-2004, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
c. Deskriptif analitik, metode ini digunakan untuk menyusun data yang telah dikumpulkan, dijelaskan, kemudian dianalisa.[44] Adapun pendekatan yang dipakai dalam pembahasan skripsi ini adalah pendekatan historis yakni pendekatan yang dilakukann dengan upaya merekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif yaitu dengan cara mengumpulkan, mengoreksi, memferivikasi dan mensintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh kesimpulan.[45]
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika keruntutan logika dan konsistensi gagasan merupakan sesuatu yang penting dalam sebuah tulisan. Hal ini sangat membantu dalam memahami gagasan-gagasan pokok, baik yang tersirat maupun yang tersurat dalam tulisan tersebut. Karena itu penulisan ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut :
Bab satu, berisi Pendahuluan terdiri dari Penegasan Istilah, Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teoritik, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.
Bab dua, berupa Gambaran Umum Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang terdiri dari Letak Geografis, Sejarah Singkat Berdirinya, Keadaan Siswa, Guru dan Karyawan, Keadaan Sarana dan Fasilitas Madrasah, Struktur dan Personalia Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
Bab tiga, berupa Pengembangan Kurikulum Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang terdiri dari Landasan Pengembangan Kurikulum, Tujuan Pengembangan Kurikulum, Materi yang dikembangkan, dan Metode dan Pengembangannya.
Bab empat, berupa Materi Kurikulum Madrasah Aliyah Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta yang terdiri dari Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, Perbedaan antara Kurikulum 1994 dengan Kurikulum 2004, Faktor pendukung dan penghambat dalam pengembangan kurikulum, dan Usaha-usaha untuk mengatasi hambatan yang timbul.
Bab lima, Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran-saran, Kata Penutup.
Selengkapnya Silahkan >>> DOWNLOAD
Tags: Mendidik Anak dengan Kalimay Thoyibah dalam Pendidikan Islam (Membentuk Anak Berkepribadian Muslim)
0 komentar:
Posting Komentar