Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al-Banna
Konsep Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al-Banna
( Oleh www.seowaps.com )
( Oleh www.seowaps.com )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sudah tidak menjadi rahasia lagi bahwa kondisi masyarakat Islam, baik dari segi syar’i maupun diennya kini atau yang akan datang, adalah yang di kehendaki Allah SWT, ini merupakan rahasia umum bagi semuanya. Untuk mewujudkan kenyataan ini, orang-orang yang mempunyai ghirah besar (keinginan) untuk mengembalikan masyarakat pada jalan yang benar kadang-kadang sampai putus asa, jika melihat musuh-musuh Islam yang amat gigih memerangi Islam, bahkan melihat kegigihan misionaris-misionarisnya. Kelahiran Islam memang dianggap sebagai sesuatu yang asing, aneh, ganjil dan berlawanan dengan kehidupan bangsa Arab zaman jahiliyah di Mekkah, sekitar abad ke lima masehi.[1]. sekitar abad XIII-XIV di dunia Islam muncul gerakan Salafiyah, yaitu gerakan (pemikiran) yang mengajak umat Islam untuk kembali kepada tradisi salaf (generasi pertama Islam alias para sahabat Nabi SAW) dan berpegang teguh pada Al Qur'an. Gerakan ini dipelopori atau tepatnya diilhami oleh Ibnu Taimiyah. Gerakan Salafiyah yang dikenal juga sebagai "gerakan pembaharuan pemahaman Islam (reformisme Islam)" dan "gerakan pemurnian Islam" itu dipandang orang-orang Barat sebagai "gerakan yang sama" dengan yang terjadi dalam sejarah Kristen. Dari situlah Barat kemudian memunculkan istilah "fundamentalisme Islam" (al ushuliyah al Islamiyah). Penamaan atau cap tersebut merupakan "pemerkosaan besar-besaran" terhadap sejarah. Karena, "gerakan kembali pada al Qur'an atau Islam yang asli" itu mempunyai visi, cita dan orientasi yang sama sekali berbeda dengan fundamentalisme Kristen. Salah satu perbedaan itu adalah fundamentalisme Kristen muncul karena adanya ketidak puasan terhadap agama (yang semakin lemah dan tidak tahan menghadapi arus penemuan dan pengembangan sains modern), sedangkan "gerakan yang sama" dalam Islam muncul justru karena ketidakpuasan terhadap keadaan dunia.
Selain itu, "gerakan yang sama" di dunia Islam tidak anti sains modern, tapi justru mendorong umat Islam agar menguasainya. Perkembangan sains modern bahkan seiring sejalan dengan ajaran al Qur'an. Gerakan pembaharuan di dunia Islam adalah gerakan yang menyeru umat Islam agar kembali pada al Qur'an dan as Sunnah, mempertahankan kemurnian Islam dan membersihkannya dari paham-paham "asing" yang mengotorinya, mengamalkan syari'at Islam dalam segala aspek kehidupan, menghapus taklid buta dalam beragama, ketahayulan, khurafat, kejumudan berfikir dan menggalakkan ijtihad, serta menentang setiap pemikiran dan budaya "asing" utamanya dari Barat, yang bertentangan dengan Islam. Gerakan pembaharuan pun menyeru umat Islam agar melawan makar jahat musuh-musuh agama dan umat Islam.[2]
Ketika terlihat sebagian oreang yang semakin jauh dari nilai-nilai Islam yang tak ambil peduli dengan semua yang terjadi, disisi lain, mereka melihat orang-orang yang gigih memerangi dan menghadapi mereka dengan kekuatan dan usaha yang maksimal untuk mengembalikan mereka dari kemuliaan yang sirna, dan masa lalu yang cemerlang.[3]
Orang-orang yang menyelidiki dan mengamati merasa terpukul, sedih dan sakit, melihat kenyataan yang dihadapi kaum muslimin. Namun problema dan kesalahan takkan mungkin berubah dan terpecahkan hanya dengan kesedihan. Sadar dan bangkit adalah satu-satunya jalan untuk merombak suatu negeri dari kelemahan dan keterbelakangan.[4] Sebenarnya bencana yang menimpa umat Islam sekarang ini berpangkal pada kemasabodohan kita terhadap perubahan-perubahan yang menyeluruh pada masa ini, dan ketidak punyaan kita akan kekuatan-kekuatan baru yang telah membangkitkan perubahan-perubahan ini. Sebagai contoh bahwa semua gerakan kebangkitan yang terjadi di seantero dunia Islam, selama seratus tahun yang lampau, tujuannya tidak lain hanyalah untuk mengakhiri kekuasaan penjajahan Barat dan memperoleh kemerdekaan. Untuk tujuan ini kita telah mengorbankan waktu, harta serta pengorbanan-pengorbanan lainnya yang tidak terhitung.[5] Semuanya takkan membuahkan hasil jika tanpa kerja keras dan di barengi dengan keikhlasan berkiblat pada khitthah yang ada dan kamil, serta mengambil I’tibar dari kehidupan masa lalu sebagai cermin kehidupan kini dan yang akan datang. Dalam menuju kemaslahatan tidak terkecoh lagi dengan tipu daya musuh-musuh Islam.[6]
Sejak abad ke 18 hingga ke 20, dunia Islam mengalami periode pergolakan dan pembaharuan yang berkepanjangan. Kaum muslim berjuang mengatasi kemunduran masyarakatnya. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20, gerakan modernitas Islam menjawab tantangan intelektual dan politis hegemoni Barat, terdorong untuk menjembatani jurang antara warisan Islam dan kemoderenan, antara pemimpin religius tradisional dan sekuler modern, tokoh seperti Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh di Timur Tengah dan Sayyid Ahmad Khan, serta Muhammad Iqbal di Asia Selatan, mencoba meremajakan serta mengembalikan kebanggaan, identitas dan kekuatan komunitas Islam lemah. Mereka menganjurkan proses akulturasi Islam, menekankan keselarasan Islam dengan akal, sains dan teknologi. Semua menganjurkan pembaruan Islam sebagai kebutuhan untuk menafsirkan kembali Islam berdasarkan isu dan persoalan baru modern. Dengan menegaskan bahwa Islam dan kemoderenan, wahyu dan akal itu sesuai, mereka menganjurkan pembaharuan religius, hukum, pendidikan, dan sosial untuk merevitalisasi umat muslim.
Meskipun mengilhami gerakan pembaruan dan kemerdekaan nasional, modernisme Islam tetap menarik terutama elit intelektual, modernisme gagal menghasilkan tafsiran ulang secara sistematis tentang Islam atau mengembangkan organisasi yang efektif dalam melestarikan, menyebarkan dan mengimplementasikan pesannya. Keterbatasan ini ikut melahirkan organisasi Islam seperti Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jamaat Islami di Asia Selatan. Pendiri Ikhwanul Muslimin (Hasan Al Banna) dan pendiri Jamaat Islami (Abu Al A’la Maududi) mengkritik kaum elit sekuler karena hanya meniru Barat dan juga kaum pembaru modernis Islam karena membaratkan Islam. Khususnya, mereka mencela kecenderungan sebagian besar negara Muslim yang mengadaptasi begitu saja model pembangunan Barat dan membaratkan masyarakat Muslim. Mereka memaklumkan kemandirian Islam sebagai jawaban tehadap tuntunan kehidupan modern. Menurut mereka, Islam menawarkan jalannya sendiri, jalan selain kapitalisme dan komunisme/ sosialisme; Islam adalah jalan hidup total yang komprehensif. Sasaran para pembaharu Islam ini adalah membentuk organisasi yang efektif untuk mengimplementasikan sistem pemerintahan dan hukum Islami melalui tindakan sosial dan politik.[7]
Kebangkitan Islam pada saat ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon dunia Islam terhadap pengaruh beberapa perubahan; perkembangan gagasan beberapa perubahan; perkembangan gagasan tentang pemerintahan yang dipegang oleh wakil-wakil rakyat, bertambahnya kekuasaan negara dan harapan bahwa pemerintah seharusnya menjalankan posisi tanggung jawabnya tentang kesejahteraan ekonomi bagi penduduknya, reaksi dunia Islam terhadap tantangan-tantangan itu pada gilirannya sangat di pengaruhi oleh dua keadaan: pandang umat Islam terhadap kristen – karena ketiga perubahan iu pertama-tama terjadi pada orang kristen Eropa – dan akibat kekacauan politik yang ditimbulkan oleh perang dunia pertama. Bukan hanya kejadian-kejadian itu sendiri yang penting, tentang karakter interpretasi-interpretasi sejarah yang telah di terapkan terhadap agama Kristen oleh umat Islam.[8] Isu kebangkitan Islam erat sekali kaitannya dengan adanya hembusan angin pembaharuan Islam (tajdid) atau gerakan pemurnian Islam ”(purifikasi” didunia Islam. Dapat dikatakan, gerakan pembaharuan Islam merupakan cikal bakal sekaligus inspirator dan pendorong kebangkitan Islam kembali. Bahkan beberapa gerakan pembaharuan Islam menyebabkan terciptanya negara-negara baru seperti Wahabiyah (Arab Saudi), Mahdiyah (Sudan), Sanusiyah (Libya), dan Fulaniyah (Nigeria).[9]
Pembaharuan Islam, atau tepatnya “Pembaharuan Pemahaman Islam” untuk menemukan dan mengamalkan ajaran Islam yang asli, akan memberi landasan spiritual ideologis bagi proses kebangkitan Islam kembali. Karena kebangkitan Islam hanya akan terjadi jika umat Islam mampu memahami ajaran Islam secara benar dan menyeluruh (kaffah) yang berdampak pada pengamalan Islam secara benar dan menyeluruh pula.[10]
Didalam era modern, gerakan Islam harus mampu menghadapi masalah-masalah yang di inginkan yakni kesanggupannya memenuhi berbagai kebuthan masyarakat modern dan berbagai tuntutannya, material maupun moral. Kebutuhan dan tuntutan ini beragam dan banyak, yang tak mungkin bisa di penuhi orang-orang yang hanya memegang tasbih di tangan, orang-orang yang berkomat-kamit memperhatikan hal-hal yang kecil dan melalaikan masalah yang besar, tidak pula orang yang terkungkung di penjara masa lampau, tidak tahu perkembangan zaman modern dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan. Kebutuhan dan tuntutan ini juga tidak bisa di penuhi orang-orang yang mengetahui Islam hanya sekedar lewat lafadzh-lafadzh yang di hafalkan, kata-kata yang di ulang-ulang dan yang berasal dari para ulama terdahulu. Boleh jadi memang mereka adalah ulama umat, tapi mereka tidak keluar dari batasan ini dan tidak memahami dunia yang lain. Mereka ini orang-orang yang hanya akan menurunkan pamor fundamentalisme hingga tingkatan yang paling rendah, setelah itu tidak bisa meranjat ke atas.
Jika gelombang pergerakan ingin memiliki peran yang nyata dalam mengadakan perubahan, harus bisa meletakkan titik-titik dalam sebuah rangkaian huruf, dalam berbagai masalah yang menghadang dalam kehidupan manusia. Yang masalah-masalah itu selalu di tanyakan manusia pagi dan sore, terutama dari kalangan non muslim, dari orang-orang yang tidak memiliki komitmen, dari gelombang-gelombang lain yang selalu bergesekan dengan Islam.
Eksistensi gerakan Islam tidak mungkin mantap jika tidak memiliki pengaruh apa-apa didalam akal umat dan kehidupannya, sehingga umat melihat bahwa jalan keluar ada di dalam fundamentalis,[11] bahwa tujuan yang hendak di capai umat dalam perkembangan dan kemajuan tidak akan tercapai kecuali setelah bergabung dengan fundamentalis.[12] Fundamentalis tidak cukup hanya merobah golongan-golongannya sendiri, dan membiarkan semburan dan gigitan sekularisme serta filsafat positifistik tetap menawan akal mereka serta menguasai perasaan mereka. Disamping itu fundamentalisme tidak cukup mempengaruhi sekelompok orang dan membiarkan orang-orang menyusup khurafat dan menambah-nambahi agama mempermainkan akal dan perasaan mereka.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama sesudah pembukaan abad ke sembilan belas yang dalam sejarah islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Kontak dengan dunia Barat selanjutnya membawa ide-ide baru ke dunia Islam seperti rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan persoalan-persoalan baru, dan pemimpin-pemimpin Islam pun mulai memikirkan cara mengatasi persoalan baru itu.[13]
Interaksi, penetrasi dan akhirnya penjajahan barat atas hampir seluruh wilayah muslim dalam masa modern tidak hanya nmengakibatkan disintegrasi politik Muslim, tetapi juga menimbulkan pergumulan yang sangat intens di kalangan kaum Muslim sendiri. Superioritas Barat dalam berbagai lapangan kehidupan merangsang munculnya usaha-usaha pembaharuan (modernisme) di kalangan pemikir muslim. Sementara wilayah-wilayah tertentu di dunia muslim dilanda gelombang fundamentalisme Islam; Turki usmani sejak 1730-an melancarkan pembaharuan-pembaharuan militer dan birokrasi secara kontinyu yang pada akhirnya berpuncak pada westernisasi dan sekulerisasi. Gelombang pembaharuan ini tidak saja terjadi di Turki Usmani, tetapi juga di wilayah-wilayah Muslim lain, khususnya di Timur Tengah.[14]
Setelah berakhir pemerintahan Islam “al khilafah al utsmaniyah” pada tahun 1924 M, akibat perang dunia I ulah tentara-tentara salib dunia yang bersekutu dalam memerangi dan memusuhi Islam di beberapa tempat negara Islam ketika itu dalam keadaan kosong ideologi serta politik dan kedudukannya terbagi-bagi menjadi beberapa bagian dibawah pengaturan tentara-tentara salib yang hasud itu, baik di Mesir maupun di negeri Syam yaitu negeri khilafah Islam.[15] Semua keadaan ini memberikan momentum bagi kebangkitan gerakan al Ikhwan al Muslimun (disingkat IM), yang didirikan di Mesir pada tahun 1928, sejarah awal gerakan ini dimulai dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.[16] yang dalam perkembangan lebih lanjut sering menjadi prototype (pola dasar) gerakan-gerakan fundamentalis kontemporer di banyak bagian dunia Islam, sampai terjadinya revolusi palestina, Ikhwanul Muslimin tidak lebih dari sebuah organisasi “gurem” dan pendirinya Hasan Al Banna tidak lebih dari seorang mubaligh yang sibuk dengan masalah-masalah moral ketimbang politik. Revolusi Palestina memberikan kesempatan emas bagi Ikhwanul Muslimin untuk tampil ke pentas politik Arab. Ikhwanul Muslimin mengorganisasi demonstrasi besar-besaran memprotes Inggris dan perwakilan-perwakilannya di Timur Tengah. Pemogokan umum bangsa Arab pada tahun 1936-1939 mentransformasikan Ikhwanul Muslimin dari sekedar organisasi pemuda menjadi organisasi politik.[17] Tujuan dakwah Ikhwanul Muslimin adalah mengubah persepsi umum umat terhadap Islam secara pemahaman, akhlak, dan pergerakan. Dan perubahan ini tidak akan tampak jelas, melainkan dengan tersebarnya pemikiran yang Islami. Begitu pula tidak tampak jelas jalan-jalan pemikiran ini, melainkan pemikiran tersebut mempunyai ciri-ciri yang nyata dan jelas.[18]
Didalam masyarakat kita dewasa ini banyak gelombang pemikiran, gerakan dan aliran filsafat maupun politik. Berbagai aliran tersebut disatu sisi terdapat kesamaan, disisi lain terdapat pula pertentangan. Masing-masing pemikiran tersebut mempunyai karakter khusus selaras dengan tujuan yang dicita-citakannya dan sesuai dengan manhaj (metode) yang diterapkannya.[19] Suatu pemikiran tanpa pergerakan bagaikan ruh tanpa jasad. Pergerakan merupakan realisasi dan pembuktian eksistensi serta hidupnya suatu pemikiran. Pergerakan merupakan bukti efektifitas, pengaruh dan akibat suatu pemikiran.
Untuk itulah penulis akan menyusun skripsi ini dengan judul “Konsep Pemikiran Gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al Banna”, selaku pendiri IM, penulis mengamati bahwa Hasan Al Banna adalah kulminasi dari (neo) salafisme. Dalam batas-batas tertentu asumsi teoritisnya tidak begitu berbeda dengan gagasan Abduh/ Ridho, karena itu, Al Banna pada dasarnya anti modernis, ceramah-ceramah, pamflet dan sikap politiknya secara konsisten menunjukkan upayanya untuk merekonsiliasi Islam dengan dunia modern. Tidak aneh kalau konsep-konsep semacam nasionalisme, patriotisme, negara-bangsa (nation-state), konstitusinasionalisme atau sosialisme menjadi bagian integral diskursus IM di masa Al Banna. Lebih jauh, Al Banna agaknya merupakan tokoh pertama yang menekankan perlunya perumusan program aksi yang komprehensif.
Dapat di ungkapkan dengan kalimat lain bahwa pada waktu itu masyarakat pada umumnya telah melupakan Islam sebagai way of life-nya. Bahkan mereka telah menggantikan pegangan itu dengan tatanan dan aturan yang sama sekali tidak ada relevansinya dengan kepentingan Islam, mereka lupa bahwa Islam adalah sumber segala tingkah laku politik, sosial dan ketatanegaraan. Dan didalam program yang dicanangkan partai politik dan para penguasa, tidak terdapat satupun yang merencanakan reformasi yang bersumberkan dari tatanan Islam. Bahkan mereka sudah tidak lagi mau menghormati dan mengakui kebenaran Islam.[20]
Dengan membaca kenyataan dan sejarah dapat di tetapkan bahwa ruh umat ini adalah Islam, umat ini tidak bisa hidup kecuali dengan Islam, tidak bisa beranjak kecuali dari Islam, tidak bisa mengorbankan jiwa dan harta kecuali untuk Islam, tidak bisa terhimpun kalimatnya kecuali di atas Islam. Islam adalah satu-satunya kunci, yang dengannya bisa membuka segala gembok yang sulit di buka, yang dengan selain kunci ini, gembok tersebut tidak akan bisa di buka.
Karena itu kemenangan tidak akan pernah terwujud sepanjang sejarah umat ini, yang dekat maupun yang jauh, tidak pula zaman sekarang dan masa depan nanti, kecuali berlindung di bawah benderanya. Berapa banyak umat ini mencoba berbagai macam propaganda dan mendengarkan berbagai macam seruan, yang menghendaki agar umat ini di tuntun selain Islam atau untuk selain Islam. Ternyata sama sekali tidak membawa hasil selain dari kekalahan, kehancuran dan kekecewaan.[21] Umat ini hanya akan bergerak dan menciptakan keajaiban-keajaiban jika di bacaan Al Qur’an, di tuntun iman, di angkat bendera islam di hadapannya, di ingatkan imam dan pemimpinnya, Muhammad saw.
Hasan Al Banna mengawali idenya berdasarkan prinsip dakwah melalui Ikhwanul Muslimin (IM), guna merealisasikan suatu metode pembaharuan yang sempat dilihatnya ketika Al Banna masih duduk di bangku kuliah. Cita-cita ini di rumuskan dan di ekspos dilingkungan kampusnya sebagai sekedar penyaluran. Dan akhirnya, setelah Al Banna lepas dari kuliahnya, berkat inayah Allah swt. Hasan Al Banna berhasil mewujudkan dan memperjuangkan gagasan-gagasannya hingga berhasil.
Jalan dakwah sebagaimana yang dikatakan Imam Syahid Hasan Al Banna adalah jalan yang satu. Jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. Dan para sahabatnya. Dengan taufiq Allah swt. Kita telah menempuh jalan itu dengan iman dan amal, mahabbah ‘kecintaan’ dan ikha ‘persaudaraan’.[22] Rasulullah saw. menyeru sahabatnya dengan iman dan amal. Kemudian hati mereka diastukan atas dasar mahbbah dan ikha’. Sehingga hati mereka disarukan atas dasar jamaah ideal yang dapat memastikan kemenangan konsep dan dakwahnya, kendati banyak orang yang menentangnya.
Imam Hasan Al Banna mampu menyebar luaskan ajarannya dengan merekrut banyak pendukung. Di dalam mengemban risalah dakwah ini diperlukan sekali tindakan persiapan dan keamanan, sebagaimana di ajarkan Allah bahwa umat islam ini tidak di perkenankan mencari musuh dan permusuhan.[23] Sudah barang tentu tindakan ini di lakukan dalam batas-batas tertentu selama keselamatan dakwah masih tetap terjaga secara utuh serta kelancarannya tidak terganggu di dalam menyampaikan risalah islamiyah secara aman.
Al Banna menegakkan bangunan dengan amal dan amanat yang di embannya, menyampaikan dakwah, sampai kepada jihad untuk mencapai tujuan yang di perjuangkannya. Bagaimana dapat mengungguli segala usaha penghancuran yang keji, menangkis semua manuver dan tipu muslihat para penguasa kerdil, menjalani berbagai tribulasi, bangunan itupun tetap kokoh dan menjulang.[24]
Yang di butuhkan Islam dewasa ini adalah perubahan yang mendasar ketika Islam muncul di zaman Rasulullah saw, misalnya adalah pembebasan perbudakan dan pemberdayaan kaum tertindas. Membebaskan mereka yang terbelenggu, yang terpasung hak-haknya dan mereka yang teraniaya. Islamlah yang mencita-citakan pemusnahan eksploitasi antar sesama manusia. Mereka yang tertindas adalah kaum awal yang di sapa oleh Rasulullah saw, lalu rasulullah sendiri menginjakkan dasar dakwah ini justru dari napak golongan ini, sebaliknya mereka yang punya pangkat dan kekayaan justru yang mula-mula menentang misi dakwahnya. Misi demikian tetap berjalan, walaupun Rasulullah saw telah mencapai kemenangan.[25]
B. Perumusan Masalah
Dengan berpijak dari pemaparan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, kiranya ada beberapa poin penting yang perlu di rumuskan antara lain:
1. Bagaimana sosok pribadi Hasan Al Banna?
2. Bagaimana metode gerakan Islam Hasan Al Banna?
3. Apa yang menjadi sasaran Hasan Al Banna di dalam melakukan gerakan Islamiyah?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
Ø untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang sosok pribadi Hasan Al Banna.
Ø Mendiskripsikan pandangan Hasan Al Banna tetnang proyek kebangkitan umat secara integral dan komprehensif.
Ø Memaparkan materi ilmiah untuk para peneliti dan pengamat, mengenai proyek kebangkitan Hasan Al Banna.
Ø Memperdalam pemahaman tentang budaya proyek kebangkitan bagi kaum Muslimin.
Ø Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan konstribusi pemikiran pada segenap kalangan Muslimin dengan berkaca pada pemikiran fundamental dan kronologis-historis dari Hasan Al Banna.
Ø Penelitian ini juga di harapkan menjadi bahan sumbangan pemikiran khususnya pada kalangan mahasiswa Fakultas Ushuluddin dalam hal konsep pemikiran gerakan Islam dan bagi kaum Muslimin dalam menyiarkan dakwah Islamiyah di tengah-tengah umat.
D. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan data-data yang tepat dan terarah, penulis akan menjelaskan tentang arah penelitian yang akan di tulis. Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan / studi literatur, maka di dalam memperoleh dan mengolah data menggunakan bahan-bahan tertulis seperti: surat kabar, majalah, jurnal, manuskrip, buku dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan konsep pemikiran gerakan Hasan Al Banna, serta menjadikan buku-buku yang di tulis oleh Hasan Al Banna sebagai referensi primer dan yang berbicara tentang hal tersebut sebagai referensi skunder. Didalam menyusun penelitian skripsi ini penulis menggunakan tipe deskriptif analisis, deskriptif analisis merupakan penggambaran konsep atau pemikiran gerakan Islam Hasan Al Banna yang kemudian di refleksikan sebagai aktualisasi pemikirannya menjadi problem solving terhadap permasalahan pergerakan Islam.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sosiologis-historis, yakni bahwa dorongan, gagasan dan lembaga agama juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial organisasi dan stratifikasi sosial dengan menganut pandangan bahwa suatu fenomena religius bisa dipahami dengan mencoba menganalisis perkembangan melalui pendekatan historis yakni dengan menganalisa tindakan-tindakan tertentu dari kehidupan tokoh ini. Dengan memperhatikan perkembangan prinsip-prinsip umum dari tingkah laku religius dan menghubungkan dengan kejadian-kejadian khusus dan tertentu, sehingga muncullah pola-pola kejadian yang menghasilkan prinsip-prinsip umum dari keberagamaan tadi. Penulis juga menggunakan pendekatan tokoh dan pendekatan normatif. Pendekatakan tokoh di maksudkan untuk menelusuri dan memetakan pikiran dan konsep-konsep pergerakan Imam Syahid Hasan Al Banna. Pendekatan normatif di maksudkan untuk menawarkan konsep-konsep dan pemikiran Hasan Al Banna terhadap permasalahan yang terjadi secara prediksiomis. Untuk menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis yaitu dari data-data yang di peroleh kemudian di analisis secara mendalam untuk mendapatkan kejelasan pemahaman terhadap permasalahan.
E. Telaah Pustaka
Sejauh studi pendahuluan yang penulis lakukan, bahwa Hasan Al Banna berkeyakinan bahwa Al Qur’an adalah undang-undang dan Islam sebagai suatu sistem. Gerakan Islam sulit digambarkan akan berhasil dan mampu membangkitkan umat jika tidak terkait dengan fondasi-fondasi Islam, dalam sisi pemahaman, iman maupun tingkah laku, dengan kaitan yang jelas yang mendapat pengakuan syari’at dan dukungan umat. Hal ini tidak akan terwujud kecuali mengacu kepada hukum-hukum yang pasti dalam Al Qur’an dan As Sunnah, pengetahuan-pengetahuan agama yang urgen dan ijma’ umat yang di yakini dari berbagai generasi, dalam mengungkapkan masalah ini, khususnya yang terjadi pada diri Hasan Al Banna.
Di dalam Majmu'ah Rasail (Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin) yang merupakan karya Imam Syahid Hasan Al Banna, yang berisi tentang kumpulan surat, makalah, dan manuskrip pidato yang pernah disampaikan oleh Hasan Al Banna sepanjang hayatnya di medan dakwah dan jihad. Keistimewaan risalah ini terletak pada keistimewaan penulisnya dan gerakan dakwah yang dirintisnya, yakni Ikhwanul Muslimin. Kehadiran Ikhwanul Muslimin sendiri merupakan jawaban terhadap krisis yang tengah melanda umat Islam di abad ini. Hasan Al Banna sebagai peletak dasar gerakan ini benar-benar memahami karakter krisis tersebut. Kemudian ia berupaya menyusun jawaban yang memadai untuk menanggulanginya. Krisis yang tengah melanda umat Islam ini tidak lagi terkonsentrasi pada aspek-aspek tertentu karena sudah dipengaruhi beberapa perkembang dan perubahan zaman. Hampir dalam semua segi kaum Muslimin mengalami kemunduran. Yang dibutuhkan oleh umat semacam ini adalah sebuah gerakan dakwah yang terpadu dan menyodorkan solusi sistemik bagi permasalahan umat yang sudah demikian parah dan berlarut-larut. Dan peran inilah yang coba dimainkan oleh Jamaah Ikhwanul Muslimin. Dengan segenap sumber daya dan perangkat yang dimiliki-tampil dengan melontarkan isu sentral:”kembali kepada keutuhan Islam” yakni kembali pada pemahaman terhadap Islam secara integral dan komprehensif, bukan Islam yang parsial dan tambal sulam. Islam sebagai suatu sistem nilai yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam segala aspeknya, dan bukan Islam yang dipahami sebatas simbol dan ritual perabadatan semata.
Hasan Al Banna dalam kapasitasnya sebagai peletak dasar teori-teori tentang amal Islami (gerakan Islam) modern, maka dalam pembahasan ini juga akan memuat sasaran gerakan Imam Syahid Hasan Al Banna dalam dakwahnya.
"Pergilah ke Jalan Islam” karya. Husni Adham Jarror, mengungkapkan bahwa setiap dakwah yang melibatkan fikrah dan aqidah pasti memerlukan pemahaman, prinsip-prinsip, dan sasaran yang ingin dicapainya. Dakwah model ini perlu juga dilandasi falsafah yang berkaitan dengan pemahaman dan prinsip-prinsip dasar serta sasaran-sasaran yang telah menghujam dalam jiwa pengembannya, yang tidak lain merupakan suatu jama’ah yang komit terhadap prinsip-prinsip pemahaman dan juga berusaha untuk merealisasikan sasaran-sasaran yang digariskannya. Ia juga mengungkapkan, pada dakwah Islam yang telah ditegakkan diatas bangunan dan prinsip perdamaian ini maka didalamnya akan kita peroleh apa-apa yang dapat mengishlahkan umat di dalam berbagai persoalan. Dakwah gerakan Islam adalah dakwah menuju ridho Allah yang menuntut adanya suatu konsekwensi, komitmen sepenuhnya, dan selalu bersandarkan pada nilai Islam yang murni. Oleh sebab itu sasaran yang dicapai haruslah slamis, begitu juga prinsip-prinsip dan pemahamannya harus benar-benar Islami. Alhasil kita dituntut senantiasa berjalan diatas rel Islam.
Dari beberapa karya (buku) yang penyusun kemukakan sebagian besar berbicara tentang gerakan Islam secara umum, sejauh pengamatan penulis belum ada tulisan yang membahas tentang gerakan Islam menurut Hasan al Banna. Fokus dalam pembahasan ini yakni; gerakan islam adalah aktivitas yang saling terkait pada berbagai tingkat, aktivitas pemikiran dan pencerahan yang mencerahkan akal yakni pengetahuan dakwah yang merangsang yang menggerakkan cita rasa, serta upaya-upaya pembentukan dan pembinaan yang mencetak kepribadian muslim yang terdiri dari prinsip, metode dan sasaran menurut Hasan al Banna.
Beberapa karya dalam bentuk skripsi mengenai tokoh ini adalah; skripsi Saudara Lalu Rizqon Putra Jaya, Mahasiswa fakultas Syari'ah, Jurusan perbandingan Mazhab dan Hukum yang membahas tentang Masyarakat Muslim Dalam Konteks Politik Islam kontemporer (studi pemikiran fazlurrahman dan Hasan al Banna), yang merupakan studi perbandingan tentang masyarakat dan politik Islam dari kedua tokoh. Menurutnya masyarakat Islam harus tegak berdasarkan apa yang telah menjadi cita-cita umat sebelumnya yakni kembali kepada Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya. Kemudian skripsi Saudara Wahdani Mahasiswa Fakultas Dakwah, yang membahas tentang Pesan Moral Dalam Buku Hadits Tsulasa, Ceramah-ceramah Hasan al Banna, yang menguraikan tentang bunga rampai ceramah rutin hari selasa Hasan al Banna di markas Ikhwanul Muslimin yang ditujukan untuk masyarakat muslim Mesir.
Dari dua skripsi ini, belum ada yang membahas tentang pemikiran Hasan al Banna dari segi konsep gerakan Islam yang terhimpun dalam prinsip, metode dan sasaran yang ingin dicapai.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan arah yang jelas terhadap penyusunan penelitian ini, maka sistematikanya dapat disusun sebagai berikut:
Bab Pertama berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka serta sistematika pembahasan.
Pada Bab Kedua, berisikan pembahasan tentang biografi, riwayat hidup, sosok, kondisi sosial politik pada zamannya dan karya-karya Hasan Al Banna
Bab Ketiga berisikan tentang konsep gerakan Islam Imam Syahid Hasan Al Banna yang terdiri dari: Prinsip-Prinsip Gerakan Islam Hasan Al Banna, Metode Pergerakan, dan Sasaran Gerakan Hasan Al Banna, yang juga termuat proses dalam melakukan tahapan dakwah.
Bab keempat merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran.
0 komentar:
Posting Komentar